SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Diajukan Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah SPI
FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013
PENDAHULUAN
Tidak
dapat dipungkiri bahwa pendidikan islam marupakan komponen penting yang turut
membentuk dan mewarnai corak kehidupan. Pendidikan Islam merupakan ilmu yang
memberi hukum-hukum yang mengikat orang islam agar tidak terjerumus dalam
kesesatan. Pendidikan dapat merubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada
setiap individu dalam masyarakat. Pendidikan dapat melalui beberapa proses.
Beberapa proses telah diterapkan oleh Bani Umaayyah. Selama kurang lebih 91 tahun dinasti umayyah berkuasa,
pendidikan Islam mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan perluasan wilayah
kekuasaan umat Islam yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada
saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada bidang
keagamaan saja tetapi dalam bidang teknologi dan militer serta administrasi
pemerintahan juga banyak yang telah direformasi.
Banyak jasa
dan kemajuan dalam pembangunan yang telah diukir oleh masing-masing khalifah
dinasti umayyah selama mereka berkuasa, diantaranya adalah mendirikan dinas pos
dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan
peralatannya di sepanjang jalan, penertiban angkatan bersenjata dan mata uang,
bahkan jabatan hakim (qadhi) menjadi profesi tersendiri. Hal ini menunjukkan
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan mendapat dukungan yang tingi dari masyaakat
dan pemerintah.
Dalam
deskripsi ini kami mencoba mendiskripsikan bagaimana sejarah pola pendidikan
Islam yang dikembangkan selama masa pemerintahan dinasti umayyah.
PEMBAHASAN
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Ilmu
pengetahuan di masa ini mengalami perkembangan yang pesat, bahkan ilmu
pengobatan mencapai kesempurnaannya di Arab. Khalid bin Yazid memperoleh
kesarjanaan dalam ilmu kimia dan kedokteran, serta menulis beberapa buku
tentang bidang itu. Khalid bin Yazid (wafat tahun 704-M atau 708-M) putra
khalifah Dinasti.[1]
Pola Pendidikan Islam yang Dikembangkan
Di samping
melakukan pengembangan wilayah kekuasaan, pemerintah dinasti umayyah juga
memberi perhatian pada bidang pendidikan. Hal ini dibuktikan dari kuatnya
dorongan para khalifah terhadap dunia pendidikan dengan menyediakan sarana dan
prasarana bagi para ilmuan, seniman, dan ulama untuk mengembangkan semua bidang
ilmu yang dikuasainya. Ilmu pengetahuan yang sudah berkembang pada masa ini di
antaranya adalah:
1. Ilmu agama, yaitu al-Qur’an, hadis, dan fiqh.
Proses pembukuan hadis terjadi pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak
saat itu hadis mengalami perkembangan yang pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu
yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Tokohnya adalah
Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis peristiwa sejarah
3. Ilmu bahasa, yaitu segala ilmu yang berkaitan
dengan bahasa arab seperti nahu, saraf dan lain sebagainya.
4. Ilmu filsafat, yaitu ilmu yang pada umumnya
berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantic, kimia, astronomi, matematika,
dan kedokteran.
Kemajuan –
kemajuan pada ilmu agama
1. Kemajuan dalam bidang ilmu hadits
Perkembangan hadits semakin pesat pada masa tabi’in
dengan berkembangnya gerakan rihlah ilmiah, yaitu pengembaraan ilmiyah
yang dilakukan para muhaditsin dari satu kota kekota lain, mereka melakukan hal
demikian untuk mendapatkan suatu hadits dari sahabat yang masih hidup dan
tersebar diberbagai kota. Hal ini dilakukan untuk membuktikan keaslian suatu
hadits.Usaha yang mereka lakukan ini menimbulkan suatu kajian hadits yang
kemudian berkembang menjadi Ulumul Hadits.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan kepercayaan kepada gubernur
Madinah Ibn Hazm untuk menghimpun dan membukukan hadits-hadits yang ada padanya
dan yang ada pada sahabat lainnya di Madinah. Usaha pengumpulan hadits terus dilakukan sampai akhir kepemimpinan
Khalifah Umar bin Abdul Aziz (120 H). Diantara para ulama yang berjuang
mengumpulkan dan membukukan hadits adalah Ibnu Juraij (Makkah), Muhammad bin
Ishak ( Madinah), Said bin Urwah (Basrah), Sufyan As-Sauri (Kufah) dan Awza’il
(Syiria). Ulama hadis dan karyanya pada masa Daulah Umayyah adalah :
a. Imam Bukhari karyanya adalah Shahih Bukhari
b. Imam Muslim karyanya adalah Shahih Muslim
c. Imam Nasa’i karyanya adalah Sunan An-Nasa’i
d. Imam Abu Daud karyanya adalah Sunan Abi Daud
e. Imam Turmudzi karyanya adalah Sunan Turmuzi
f. Imam Ibnu Majah karyanya adalah Sunan Ibnuu
Majah
2.
Kemajuan dalam bidang ilmu tafsir
Diantara ahli tafsir terkenal adalah Abdullah Bin Abbas dan Ibnu
Juraij yang telah menghimpun apa yang telah diterima sehingga tafsirnya
merupakan tafsir yang sangat detail. Muqatil bin Sulaiman dimana tafsirnya
banyak yang bersumber dari Taurat, sehingga Imam Ibnu Hanifah menudingnya
sebagai pendusta.
3.
Kemajuan dalam bidang ilmu fiqih
Pada perkembangannya fiqih dizaman pemerintahan Bani Umayyah merupakan
ilmu praktis yang digali dari dalil yang sudah terperinci, para ahli di
antaranya Ibnu Juraih (Makkah) Malik bin Annas (Madinah), yang
menulis kitab al-Muattha Hammad bin Salmah, Sufyan as-Sauri (Kufah) Ibnu Ishaq.
Setelah itu muncul pula penulis Hasyim
serta Ibnu Luhai’ah, dan lain-lain.
Pada masa ini dapat dikatakan bahwa pemikiran ilmu fiqih yang
terjadi hanya merupakan pemikiran-pemikiran para ilmu fiqh yang belum mapan dan
belum dibukukan.
4.
Kemajuan dalam bidang ilmu tasawuf
Para ahli sejarah tasawuf menilai bahwa munculnya gerakan tasawuf pada
masa Daulah Bani Umayyah tidak terlepas dari kondisi kehidupan masyarakat,
terutama dikalangan istana Bani Umayyah, yang oleh sebagian mereka me-nyimpang
jauh dari kehidupan yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang selalu
hidup sederhana. Ada juga yang memandang Bani Umayyah sebagai penguasa yang
dzalim, sehingga mereka (para sufi) tidak mau melakukan sumpah setia (bai’at)
kepada Abdul Malik bin Marwan ketika naik tahta kerajaan.
Pemindahan
ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan
menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang
merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan.
Disamping itu berdasarkan pertimbangan dari pihak politis dan keamanan karena
letaknya jauh dari Kufah (pusat kaum Syiah) dan juga Hijaz (tempat tinggal Bani
Hasyim).Damaskus yang terletak di wilayah Syam (Suriah) adalah daerah yang
berada di bawah kuasa Mu’awiyah selama 20 tahun sejak dia diangkat menjadi
gubernur di distrik sejak zaman Khalifah Umar bin al-Khattab. Dari kota inilah
daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan
pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.[2]
Ekspansi yang berhasil dilakukan pada masa
Mu’awiyah antara lain ke wilayah-wilayah: Tunisia, Khurasan sampai ke sungai
Oxus, Afganistan sampai ke Kabul, serangan ke ibukota Bizantium
(Konstantinopel). Kemudian ekspansi ke timur dilanjutkan oleh khalifah Abdul
Malik yang berhasil menaklukkan Balkh, Sind, Khawarizm, Fergana, Samarkand, dan
India. Ekspansi ke barat dilanjutkan pada masa al-Walid ibn Abdul Malik dengan
mengadakan ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju barat daya, benua Eropa.
Wilayah lainnya yang berhasil ditaklukan adalah al-Jazair, Maroko, ibukota
Spanyol (Kordova), Seville, Elvira, dan Toledo. Di zaman Umar ibn Abdul Aziz,
serangan dilakukan ke Perancis. Selain itu, wilayah kekuasaan Islam meliputi
Spanyol, Afrika Utara, Siria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, dan sebagian Asia
Tengah.[3]
Pola pendidikan pada masa dinasti umayyah sudah
mengarah kepada pendidikan yang berifat
desentralisasi, artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibukota Negara saja
tetapi sudah dikembangan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring
dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki
tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuan yang ada pada masa ini berpusat di
Damaskus sebagai pusat kota pemerintahan, Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova
dan beberapa kota lainya, seperti Basrah, dan Irak, Damsyik dan Palestina, dan
Fistat.
Melihat sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan yang ada
pada masa dinasti umayyah, dapat difahami bahwa pada masa ini merupakan awal
dari perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Philip K.
Hitti, masa pemerintahan dinasti umayyah merupakan masa inkubasi, maksudnya
adalah masa ini peletakan dasar-dasar kemajuan pendidikan selanjutnya dan
intelektual muslim berkembang pada masa ini.[4] Pada
masa umayyah merupakan masa dimana ilmu pengetahuan sangat berkembang pesat.
Terlahirnya para intelektual yang dapat dihandalkan untuk perkembangan ilmu
agama dan umum.
Adapun
bentuk dan lembaga pendidikan pada masa dinasti umayyah di antaranya adalah:
1. Pendidikan Istana, yaitu pendidikan yang
diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para
pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk
memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut
pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur
oleh guru dan orang tua murid.[5]
Hal ini
dapat dilihat dari rencana dan petunjuk yang diberikan oleh orang tua murid
kepada guru agar dijadikan acuan atau pedoman dalam mendidik anak-anak mereka.
contoh pesan-pesan tersebut di bawah ini:
a. Wasiat Amru ‘Utba kepada pendidik putranya. Beliau
berkata:
Kerjamu
yang pertama untuk memperbaiki putra-putraku adalah memperbaiki dirimu sendiri,
karena mata mereka selalu terikat padamu. Apa yang kamu perbuat adalah yang
terbaik menurut pandangan mereka, dan yang buruk adalah yang kamu tinggalkan.
Ajarkanlah kepada mereka al-Qur’an, tetapi jagalah mereka agar tidak sampai
bosan, karena kalau sampai demikian Al-Qur’an itu akan meninggalkannya. Dan
janganlah kamu dijauhkan oleh al-Qur’an, nanti mereka akan meninggalkan
al-Qur’an sama sekali. Riwayatkanlah kepada mereka hadits-hadits yang paling
baik, dan syair yang paling suci. Jangan kamu bawa mereka pindah dari suatu
ilmu kepada ilmu yang lain sebelum ilmu itu difahaminya dengan betul-betul.
Sebab ilmu yang bertimbun-timbun dalam otak sukar difahami. Ajarkanlah kepada
mereka jalan orang-orang yang bijaksana. Jauhkan mereka berbicara dengan
perempuan-perempuan. Jangan engkau bersandar kepada kemaafanku karena aku pun
telah menyandarkan sepenuhnya kepada kecakapanmu.
b. Wasiat Hisyam ibn Abdul Malik kepada Sulaiman al
Kalbi
Dia berkata :Putraku ini adalah sepotong kulit
dari bagian dua mataku ini. Engkau talah saya angkat sebagai pendidiknya karena
itu hendaklah bertaqwa kepada Allahdan melaksanakan apa yang telah dipercayakan
kepada mu, pertama latihlah dia dengan Kitabullah, kemudian riwayatkan syari
yang paling baik sreta bawalah dia ke dusun-dusun untuk mengambil syair yang
baik, dan hendaklah diketahuinya yang halal dan haram begitu juga berpidato dan
cerita peperangan.
c. Wasiat Abdul Malik ibn Marwn kepada pendidik putranya
Ajarkanlah
kepada mereka berkata benar di samping mengajarkan al Qur’an. Jauhkanlah mereka
Dari orang jahat karena orang tersebut tidk mengindahkan perintah tuhan dan
tidak berlaku sopan. Jauhkan pula mereka dari khadam dan pelayan, karena
pergaulan khadam dan pelayan itu dapat merusak moralnya. Lunakkanlah perasaan
mereka agar keras pundaknya. Berilah mereka daging agar mereka berbadan kuat.
Ajarkanlah syair kepada mereka agar mulia dan berani. Suruhlah mereka bersugi
dengan melintang dan minum air dengan menghirup pelan-pelan, jangan diminumnya
dengan tidak senonoh. Dan bila kamu menegurnya maka hendaklah dengan
tertutupjangan sampai diketahui oleh pelayan dan tamu agar mereka tidak
dipandang rendah oleh mereka.
2.
Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar
menulis. Pada masa awal Islam sampai pada era khulafaur rasyidin dalam
pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut bayaran alias gratis, akan
tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang sengaja menggaji
guru dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar. Adapun materi yang
diajarkan adalah baca tulis yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan
pepatah arab. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada kuttab pada mula-mulanya adalah
dalam keadaan sederhana, yaitu :
a.
belajar membaca dan menulis
b. membaca
Al-Qur’an dan menghafalnya
c. belajar pokok-pokok
agama Islam, seperti cara berwudhu, sholat, puasa dan sebagainya.[6]
3.
Pendidikan Masjid, yaitu tempat
pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat keagamaan. Selain
itu, masjid berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, tempat ibadah, tempat
pengadilan dan sebagainya. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan
yaitu menegah dan tinggi. Materi pelajaran yang ada seperti al-Qur’an dan
tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam. Berikut ini adalah tiga masjid
besar di dunia Islam yang menjadi kebanggaan dan termansyur dalam pendidikan
Islam yaitu: [7]
a.
Al-Azhar di Kairo
b. Masjid Al- Manshur di
Baghdad
c. Masjid Al- Umayyah di
Damaskus
4. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa
arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn
Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun badui di
Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab
tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk
belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi kesana di antaranya adalah Al
Khalil ibn Ahmad.
5. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah dinasti
umayyah mendirikan perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah Al
Hakam ibn Nasir.
6. Majlis Sastra/ Saloon Kesusasteraan, yaitu
suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai ilmu
pengetahuan. Majelis ini sudah ada sejak era khulafaurrasyidin yang diadakan di
masjid. Namun pada masa dinasti umayyah pelaksanaannya dipindahkan ke istana
dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Seiring dengan perkembangan
pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transmisin keilmuan
dari berbagai disiplin ilmu sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin
Ahmed, ada 7 macam majlis, yaitu: [8]
a. Majlis Al-Hadis
b. Majlis Al- Tadris
c. Majlis Al- Munazharoh
d. Majlis Al-Muzakaroh
e. Majlis Al-Syu’ara’
f. Majlis Al-Adab
g. Majlis Al-Fatwa dan Al-Nazhar
7. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat
dan merawat orang serta tempat studi kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid
sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta
dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan
buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan
pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian
terhadap bamaristan.
Sedangkan pendidikan untuk umum merupakan kelanjutan
dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih
hidup, ia merupan sarana pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan agama.
Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan kehidupan Islam secara umum yang ada kaitannya dengan peri kehidupan
umat Islam sendiri. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila usaha kegiatan
pendidikan dan pengembangan ilmu memperoleh kesempatan yang baik.[9]
Format pendidikan pada masa khlafaur rasyidin dan
umayyah masih terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Sebagaimana pola
pngajaran dengan sistem kuttab, tempat anak-anak belajar membaca dan menulis Al
Qur’an serta ilmu agama lainnya. Sistem dengan pola ini bertempat di rumah
guru, istana, dan masjid. [10]
Menurut hemat penulis bahwa pola pendidikan pada masa
dinasti umayyah dapat dibagi menjadi dua yaitu pendidikan istana yang khusus
dan terbatas untuk anak-anak khalifah dan keluarganya kemudian pendidikan untuk
umum yang disediakan bagi masyarakat. Karena visi dan misi serta tujuan
masing-masing pendidikan keduanya berbeda oleh karena itu sistem dan
kurikulumnya berbeda pula.
Dari beberapa penjelasan di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa pola pendidikan Islam pada masa pemerintahan umayyah sudah
terjadi perkembangan dibanding pada masa sebelumnya, Walaupun sistem yang
dilaksanakan masih menggunakan cara yang lama. Hal ini disebabkan karena luas
wilayah kekuasaan dinasti umayayh sudah begitu luas mencapai tiga benua.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Supardi, Sukarno. Sejarah dan Filsafat
Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa, 1983.
Asrohah Hanun. Sejarah
Pendidikan Islam.Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999.
Esposito,
L. John. Islam dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Hasbullah.
Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Hitti K.
Philip. History of the Arabs. London: The Mac Millan Press, 1974.
Muhaimin Abd.
Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosifik dan Kerangka Dasar
Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Sjalaby, Ahmad.
Sedjarah Pendidikan Islam,terjemahan oleh Muchtar jahja dan Sanusi
Latief. Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
Supriyadi Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka
Setia, 2008.
Yatim Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2010.
Yunus Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT.
Hidakarya Agung, 1990.
[1] Dedi
Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008,
hlm.103.
[2] John L. Esposito, Islam dan politik, (Jakarta: Bulan
Bintang,1990)
[3] Dedi Supriyadi,
Op.cit., hlm.106.
[5] Sukarno, Ahmad Supardi, Sejarah
dan Filsafat Pendidikan Islam,
(Bandung: Angkasa, 1983) Cet-2, h.. 73
[6] Mahmud Yunus,
Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990, hlm. 40.
[7] Hanun
Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, , Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999. hlm. 56-64.
[8] Ibid.,
hlm. 50-56.
[10]
Muhaimin Abd. Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian
Filosifik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya,
1993. hlm. 89.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar