Jumat, 21 Februari 2014

Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah SPI
Description: logo iain
















FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013




PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan islam marupakan komponen penting yang turut membentuk dan mewarnai corak kehidupan. Pendidikan Islam merupakan ilmu yang memberi hukum-hukum yang mengikat orang islam agar tidak terjerumus dalam kesesatan. Pendidikan dapat merubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat. Pendidikan dapat melalui beberapa proses. Beberapa proses telah diterapkan oleh Bani Umaayyah. Selama kurang lebih 91 tahun dinasti umayyah berkuasa, pendidikan Islam mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan perluasan wilayah kekuasaan umat Islam yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada bidang keagamaan saja tetapi dalam bidang teknologi dan militer serta administrasi pemerintahan juga banyak yang telah direformasi.
Banyak jasa dan kemajuan dalam pembangunan yang telah diukir oleh masing-masing khalifah dinasti umayyah selama mereka berkuasa, diantaranya adalah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan, penertiban angkatan bersenjata dan mata uang, bahkan jabatan hakim (qadhi) menjadi profesi tersendiri. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan mendapat dukungan yang tingi dari masyaakat dan pemerintah.
Dalam deskripsi ini kami mencoba mendiskripsikan bagaimana sejarah pola pendidikan Islam yang dikembangkan selama masa pemerintahan dinasti umayyah.



PEMBAHASAN
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Ilmu pengetahuan di masa ini mengalami perkembangan yang pesat, bahkan ilmu pengobatan mencapai kesempurnaannya di Arab. Khalid bin Yazid memperoleh kesarjanaan dalam ilmu kimia dan kedokteran, serta menulis beberapa buku tentang bidang itu. Khalid bin Yazid (wafat tahun 704-M atau 708-M) putra khalifah Dinasti.[1]
Pola Pendidikan Islam yang Dikembangkan
Di samping melakukan pengembangan wilayah kekuasaan, pemerintah dinasti umayyah juga memberi perhatian pada bidang pendidikan. Hal ini dibuktikan dari kuatnya dorongan para khalifah terhadap dunia pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana bagi para ilmuan, seniman, dan ulama untuk mengembangkan semua bidang ilmu yang dikuasainya. Ilmu pengetahuan yang sudah berkembang pada masa ini di antaranya adalah:
1. Ilmu agama, yaitu al-Qur’an, hadis, dan fiqh. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itu hadis mengalami perkembangan yang pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Tokohnya adalah Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis peristiwa sejarah
3. Ilmu bahasa, yaitu segala ilmu yang berkaitan dengan bahasa arab seperti nahu, saraf dan lain sebagainya.
4. Ilmu filsafat, yaitu ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantic, kimia, astronomi, matematika, dan kedokteran.
Kemajuan – kemajuan pada ilmu agama
1.      Kemajuan dalam bidang ilmu hadits
Perkembangan hadits semakin pesat pada masa tabi’in dengan berkembangnya gerakan rihlah ilmiah, yaitu pengembaraan ilmiyah yang dilakukan para muhaditsin dari satu kota kekota lain, mereka melakukan hal demikian untuk mendapatkan suatu hadits dari sahabat yang masih hidup dan tersebar diberbagai kota. Hal ini dilakukan untuk membuktikan keaslian suatu hadits.Usaha yang mereka lakukan ini menimbulkan suatu kajian hadits yang kemudian berkembang menjadi Ulumul Hadits.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan kepercayaan kepada gubernur Madinah Ibn Hazm untuk menghimpun dan membukukan hadits-hadits yang ada padanya dan yang ada pada sahabat lainnya di Madinah. Usaha pengumpulan hadits  terus dilakukan sampai akhir kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (120 H). Diantara para ulama yang berjuang mengumpulkan dan membukukan hadits adalah Ibnu Juraij (Makkah), Muhammad bin Ishak ( Madinah), Said bin Urwah (Basrah), Sufyan As-Sauri (Kufah) dan Awza’il (Syiria). Ulama hadis dan karyanya pada masa Daulah Umayyah adalah :
a.       Imam Bukhari karyanya adalah Shahih Bukhari
b.      Imam Muslim karyanya adalah Shahih Muslim
c.       Imam Nasa’i karyanya adalah Sunan An-Nasa’i
d.      Imam Abu Daud karyanya adalah Sunan Abi Daud
e.       Imam Turmudzi karyanya adalah Sunan Turmuzi           
f.       Imam Ibnu Majah karyanya adalah Sunan Ibnuu Majah
2. Kemajuan dalam bidang ilmu tafsir
Diantara ahli tafsir terkenal adalah Abdullah Bin Abbas dan Ibnu Juraij yang telah menghimpun apa yang telah diterima sehingga tafsirnya merupakan tafsir yang sangat detail. Muqatil bin Sulaiman dimana tafsirnya banyak yang bersumber dari Taurat, sehingga Imam Ibnu Hanifah menudingnya sebagai pendusta.
3. Kemajuan dalam bidang ilmu fiqih
Pada perkembangannya fiqih dizaman pemerintahan Bani Umayyah merupakan ilmu praktis yang digali dari dalil yang sudah terperinci, para ahli di antaranya  Ibnu Juraih  (Makkah) Malik bin Annas (Madinah), yang menulis kitab al-Muattha Hammad bin Salmah, Sufyan as-Sauri (Kufah) Ibnu Ishaq. Setelah itu muncul pula penulis Hasyim  serta Ibnu Luhai’ah, dan lain-lain.
Pada masa ini dapat dikatakan bahwa pemikiran ilmu fiqih yang terjadi hanya merupakan pemikiran-pemikiran para ilmu fiqh yang belum mapan dan belum dibukukan.
4. Kemajuan dalam bidang ilmu tasawuf
Para ahli sejarah tasawuf menilai bahwa munculnya gerakan tasawuf pada masa Daulah Bani Umayyah tidak terlepas dari kondisi kehidupan masyarakat, terutama dikalangan istana Bani Umayyah, yang oleh sebagian mereka me-nyimpang jauh dari kehidupan yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang selalu hidup sederhana. Ada juga yang memandang Bani Umayyah sebagai penguasa yang dzalim, sehingga mereka (para sufi) tidak mau melakukan sumpah setia (bai’at) kepada Abdul Malik bin Marwan ketika naik tahta kerajaan.
Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Disamping itu berdasarkan pertimbangan dari pihak politis dan keamanan karena letaknya jauh dari Kufah (pusat kaum Syiah) dan juga Hijaz (tempat tinggal Bani Hasyim).Damaskus yang terletak di wilayah Syam (Suriah) adalah daerah yang berada di bawah kuasa Mu’awiyah selama 20 tahun sejak dia diangkat menjadi gubernur di distrik sejak zaman Khalifah Umar bin al-Khattab. Dari kota inilah daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.[2]
       Ekspansi yang berhasil dilakukan pada masa Mu’awiyah antara lain ke wilayah-wilayah: Tunisia, Khurasan sampai ke sungai Oxus, Afganistan sampai ke Kabul, serangan ke ibukota Bizantium (Konstantinopel). Kemudian ekspansi ke timur dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik yang berhasil menaklukkan Balkh, Sind, Khawarizm, Fergana, Samarkand, dan India. Ekspansi ke barat dilanjutkan pada masa al-Walid ibn Abdul Malik dengan mengadakan ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju barat daya, benua Eropa. Wilayah lainnya yang berhasil ditaklukan adalah al-Jazair, Maroko, ibukota Spanyol (Kordova), Seville, Elvira, dan Toledo. Di zaman Umar ibn Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Perancis. Selain itu, wilayah kekuasaan Islam meliputi Spanyol, Afrika Utara, Siria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, dan sebagian Asia Tengah.[3]
Pola pendidikan pada masa dinasti umayyah sudah mengarah kepada pendidikan  yang berifat desentralisasi, artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibukota Negara saja tetapi sudah dikembangan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuan yang ada pada masa ini berpusat di Damaskus sebagai pusat kota pemerintahan, Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainya, seperti Basrah, dan Irak, Damsyik dan Palestina, dan Fistat.
Melihat sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan yang ada pada masa dinasti umayyah, dapat difahami bahwa pada masa ini merupakan awal dari perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Philip K. Hitti, masa pemerintahan dinasti umayyah merupakan masa inkubasi, maksudnya adalah masa ini peletakan dasar-dasar kemajuan pendidikan selanjutnya dan intelektual muslim berkembang pada masa ini.[4] Pada masa umayyah merupakan masa dimana ilmu pengetahuan sangat berkembang pesat. Terlahirnya para intelektual yang dapat dihandalkan untuk perkembangan ilmu agama dan umum.
Adapun bentuk dan lembaga pendidikan pada masa dinasti umayyah di antaranya adalah:
1. Pendidikan Istana, yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.[5]
Hal ini dapat dilihat dari rencana dan petunjuk yang diberikan oleh orang tua murid kepada guru agar dijadikan acuan atau pedoman dalam mendidik anak-anak mereka. contoh pesan-pesan tersebut di bawah ini:
a. Wasiat Amru ‘Utba kepada pendidik putranya. Beliau berkata:
Kerjamu yang pertama untuk memperbaiki putra-putraku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena mata mereka selalu terikat padamu. Apa yang kamu perbuat adalah yang terbaik menurut pandangan mereka, dan yang buruk adalah yang kamu tinggalkan. Ajarkanlah kepada mereka al-Qur’an, tetapi jagalah mereka agar tidak sampai bosan, karena kalau sampai demikian Al-Qur’an itu akan meninggalkannya. Dan janganlah kamu dijauhkan oleh al-Qur’an, nanti mereka akan meninggalkan al-Qur’an sama sekali. Riwayatkanlah kepada mereka hadits-hadits yang paling baik, dan syair yang paling suci. Jangan kamu bawa mereka pindah dari suatu ilmu kepada ilmu yang lain sebelum ilmu itu difahaminya dengan betul-betul. Sebab ilmu yang bertimbun-timbun dalam otak sukar difahami. Ajarkanlah kepada mereka jalan orang-orang yang bijaksana. Jauhkan mereka berbicara dengan perempuan-perempuan. Jangan engkau bersandar kepada kemaafanku karena aku pun telah menyandarkan sepenuhnya kepada kecakapanmu.
b. Wasiat Hisyam ibn Abdul Malik kepada Sulaiman al Kalbi
 Dia berkata :Putraku ini adalah sepotong kulit dari bagian dua mataku ini. Engkau talah saya angkat sebagai pendidiknya karena itu hendaklah bertaqwa kepada Allahdan melaksanakan apa yang telah dipercayakan kepada mu, pertama latihlah dia dengan Kitabullah, kemudian riwayatkan syari yang paling baik sreta bawalah dia ke dusun-dusun untuk mengambil syair yang baik, dan hendaklah diketahuinya yang halal dan haram begitu juga berpidato dan cerita peperangan.
c. Wasiat Abdul Malik ibn Marwn kepada pendidik putranya
Ajarkanlah kepada mereka berkata benar di samping mengajarkan al Qur’an. Jauhkanlah mereka Dari orang jahat karena orang tersebut tidk mengindahkan perintah tuhan dan tidak berlaku sopan. Jauhkan pula mereka dari khadam dan pelayan, karena pergaulan khadam dan pelayan itu dapat merusak moralnya. Lunakkanlah perasaan mereka agar keras pundaknya. Berilah mereka daging agar mereka berbadan kuat. Ajarkanlah syair kepada mereka agar mulia dan berani. Suruhlah mereka bersugi dengan melintang dan minum air dengan menghirup pelan-pelan, jangan diminumnya dengan tidak senonoh. Dan bila kamu menegurnya maka hendaklah dengan tertutupjangan sampai diketahui oleh pelayan dan tamu agar mereka tidak dipandang rendah oleh mereka.
2.      Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis. Pada masa awal Islam sampai pada era khulafaur rasyidin dalam pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut bayaran alias gratis, akan tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang sengaja menggaji guru dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar. Adapun materi yang diajarkan adalah baca tulis yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah arab. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu :
a.       belajar membaca dan menulis
b.      membaca Al-Qur’an  dan menghafalnya
c.       belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara berwudhu, sholat, puasa dan sebagainya.[6]
3.      Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat keagamaan. Selain itu, masjid berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, tempat ibadah, tempat pengadilan dan sebagainya. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi. Materi pelajaran yang ada seperti al-Qur’an dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam. Berikut ini adalah tiga masjid besar di dunia Islam yang menjadi kebanggaan dan termansyur dalam pendidikan Islam yaitu: [7]
a.       Al-Azhar di Kairo
b.      Masjid Al- Manshur di Baghdad
c.       Masjid Al- Umayyah di Damaskus
4. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi kesana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.
5. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah dinasti umayyah mendirikan perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir. 
6. Majlis Sastra/ Saloon Kesusasteraan, yaitu suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan. Majelis ini sudah ada sejak era khulafaurrasyidin yang diadakan di masjid. Namun pada masa dinasti umayyah pelaksanaannya dipindahkan ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transmisin keilmuan dari berbagai disiplin ilmu sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin Ahmed, ada 7 macam majlis, yaitu: [8]
      a. Majlis Al-Hadis
      b. Majlis Al- Tadris
      c. Majlis Al- Munazharoh
      d. Majlis Al-Muzakaroh
      e. Majlis Al-Syu’ara’
      f. Majlis Al-Adab
      g. Majlis Al-Fatwa dan Al-Nazhar
7. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian terhadap bamaristan.
Sedangkan pendidikan untuk umum merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup, ia merupan sarana pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan agama. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan Islam secara umum yang ada kaitannya dengan peri kehidupan umat Islam sendiri. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila usaha kegiatan pendidikan dan pengembangan ilmu memperoleh kesempatan yang baik.[9]
Format pendidikan pada masa khlafaur rasyidin dan umayyah masih terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Sebagaimana pola pngajaran dengan sistem kuttab, tempat anak-anak belajar membaca dan menulis Al Qur’an serta ilmu agama lainnya. Sistem dengan pola ini bertempat di rumah guru, istana, dan masjid. [10]
Menurut hemat penulis bahwa pola pendidikan pada masa dinasti umayyah dapat dibagi menjadi dua yaitu pendidikan istana yang khusus dan terbatas untuk anak-anak khalifah dan keluarganya kemudian pendidikan untuk umum yang disediakan bagi masyarakat. Karena visi dan misi serta tujuan masing-masing pendidikan keduanya berbeda oleh karena itu sistem dan kurikulumnya berbeda pula.
Dari beberapa penjelasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pola pendidikan Islam pada masa pemerintahan umayyah sudah terjadi perkembangan dibanding pada masa sebelumnya, Walaupun sistem yang dilaksanakan masih menggunakan cara yang lama. Hal ini disebabkan karena luas wilayah kekuasaan dinasti umayayh sudah begitu luas mencapai tiga benua.





DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Supardi, Sukarno. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa, 1983.
Asrohah Hanun. Sejarah Pendidikan Islam.Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999.
Esposito, L. John. Islam dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Hitti K. Philip. History of the Arabs. London: The Mac Millan Press, 1974.
Muhaimin Abd. Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosifik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Sjalaby, Ahmad. Sedjarah Pendidikan Islam,terjemahan oleh Muchtar jahja dan Sanusi Latief. Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
Supriyadi Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
Yatim Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Yunus Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990.



[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008, hlm.103.
[2] John L. Esposito, Islam dan politik, (Jakarta: Bulan Bintang,1990)
[3] Dedi Supriyadi, Op.cit., hlm.106.
[4] Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: The Mac Millan Press, 1974), h. 240
[5] Sukarno, Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1983) Cet-2, h.. 73
[6] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990, hlm. 40.
[7] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, , Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999. hlm. 56-64.
[8] Ibid., hlm. 50-56.
[9] Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.hlm. 34.

[10] Muhaimin Abd. Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosifik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya, 1993. hlm. 89.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar