BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebelum tahun 1300 manusia selalu mengaitkan fenomena yang terjadi
disekitarnya baik
itu fenomena alam maupun fenomena sosial dengan kehendak roh, dewa atau tuhan.
Hal ini menjadi dasar pemikiran mutlak
manusia. Hingga akhirnya berkembang pada tahap metafisik yang menggeser kekuatan supranatural dengan kekuatan abstrak
seperti “alam”,“nasib” dan sebagainya, sehingga kekuatan supranatural
bukan lagi alasan yang mendominasi untuk menjelaskan kejadian atau fenomena
disekitar manusia. Sampai akhirnya, pada tahun1800 berakhirlah cara berpikir
teologis dan metafisik. Dalam makalah ini,
kami mengkaji mengenai lahirnya teori positivisme dan evolusionisme.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dikaji dalam
makalah ini adalah:
1.
Bagaimana perkembangan konsep positivisme dan
cara berpikir manusia yang dikemukakan oleh August Comte ?
2.
Bagaimana perkembangan teori evolusionisme oleh
pemikiran Charles Darwin ?
C.
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui
pengertian dan
aliran-aliran dalam teoripositivisme.
2.
Mengetahui
pengertian dan
pemahaman teori evolusionisme.
BAB II
LANDASAN TEORI
- TEORI POSITIVISME
1.
Riwayat HidupAuguste Comte
Auguste Comte merupakan filosof dan warga negara Perancis
yang hidup di abad ke-19 setelah revolusi Perancis yang terkenal itu. Ia lahir
di Montpellier, Perancis, pada tanggal 19 Januari 1798, dari keluarga
pegawai yang beragama Katolik .Ia belajar di sekolah
Politeknik di Paris, tetapi ia dikeluarkan karena ia seorang pendukung Republik,
sedangkan sekolahnya justru royalistis.[1]
. Karya utama A.Comte adalah Cours de
Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (1830-1842), yang
diterbitkan dalam enam jilid. Selain itu, dalam karyanya inilah Comte
menguraikan secara singkat pendapat-pendapat positif, hukum tiga stadia,
klasifikasiilmu-ilmu pengetahuan dan bagan mengenai tatanan dan kemajuan. [2]
2.
Pengertian
Positivisme
Filsafat positivisme merupakan salah
satu aliran filsafat modern yang lahir pada abad ke-19. Dasar-dasar
filsafat ini dibangun oleh Saint Simon dan dikembangkan oleh Auguste Comte. Adapun
yang menjadi titik tolak dari pemikiran positivis ini adalah,
apa yang telah diketahui adalah
yang faktual dan positif, sehingga metafisika ditolaknya.
Di sini, yang dimaksud dengan “positif” adalah segala gejala
yang tampak seperti apa adanya,
sebatas pengalaman-pengalaman obyektif.
Jadi, setelah fakta diperoleh, fakta-fakta tersebut diatur sedemikian rupa
agar dapat memberikan semacam asumsi
(proyeksi) kemasa depan. [3]
3.
Pemikiran Para Tokoh Tentang Teori Positivisme
a. Auguste
Comte danhukumtigatahap
Di antara karya-karyanya Auguste Comte, Cours de Philosphie Possitive
dapat dikatakan sebagai masterpiece-nya, karena karya itulah yang
paling pokok dan sistematis. Buku ini dapat juga dikatakan sebagai representasi
bentangan aktualisasi dari yang di dalamnya Comte menulis tentang tiga tahapan
perkembangan manusia.
Menurut Comte, perkembangan manusia berlangsung dalam tiga tahap. Pertama,
tahap teologis, kedua, tahap metafisik, ketiga, tahap
positif.
1.
Tahap
Teologis
Pada zaman ini, manusia
percaya bahwa di belakang gejala-gejala alam terdapat kekuasaan kodrati yang
mengatur fungsi dan gerak gejala-gejala tersebut. Zaman teologi sini dibagi menjadi
tiga periode.
Ketiga periode tersebut adalah sebagai berikut
:
1.
Animisme,
pada tahap ini merupakan tahapan yang paling primitive, karena benda-benda sendiri
dianggapnya mempunyai jiwa.
2.
Politeisme,
pada tahap ini merupakan perkembangan dari tahap animisme, dimana pada tahap ini
manusia percaya pada banyak dewa yang masing-masing menguasai suatu lapang tertentu.
Seperti; dewa laut, dewa gunung, dewa halilintar, dan sebagainya.
3.
Monoteisme,
tahap monoteisme ini lebih tinggi dari dua tahap sebelumnya. Karena pada tahapan
ini manusia hanya memandang satu Tuhan.
Maksud dari
pernyataan diatas yaitu, pada tahap ini manusia mengarahkan pandangannya kepada
hakekat yang batiniah (sebab pertama). Di sini, manusia percaya kepada kemungkinan
adanya sesuatu yang mutlak. Artinya, di
balik setiap kejadian tersirat adanya maksud tertentu.[4]
2.
Tahap
Metafisis
Tahapan ini sebenarnya hanya
merupakan varian dari cara berpikir teologis, karena di dalam tahap ini
dewa-dewa hanya diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak, dengan pengertian
atau dengan benda-benda lahiriah, yang kemudian dipersatukan dalam sesuatu yang
bersifat umum, yang disebut dengan alam.[5]
3.
Tahap positif
Pada tahap ini, orang berusaha menemukan hukum-hukum
kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta yang disajikan kepadanya,
yaitu dengan “pengamatan” dan dengan “memakai akalnya”. Pada tahap ini
pengertian “menerangkan” berarti fakta-fakta yang khusus dihubungkan dengan
suatu fakta umum. Dengan demikian, tujuan tertinggi dari tahap positif ini
adalah menyusun dan dan mengatur segala gejala di bawah satu fakta yang umum.[6]
Comte berpendapat bahwa
pengetahuan positif merupakan puncak pengetahuan manusia yang disebutnya sebagai
pengetahuan ilmiah. Di sini, ilmu pengetahuan dapat dikatakan bersifat positif apabila
ilmu pengetahuan tersebut memusatkan perhatian pada gejala-gejala yang nyata
dan kongrit. Dengan demikian, maka ada kemungkinan untuk memberikan penilaian terhadap
berbagai cabang ilmu pengetahuan dengan jalan mengukursinya yang positif, serta
sampai sejauh mana ilmu pengetahuan tersebut dapat mengungkapkan kebenaran yang
positif.[7]
Sesuai dengan pandangan tersebut kebenaran metafisik yang diperoleh dalam metafisika
ditolak, karena kebenarannya sulit dibuktikan dalam kenyataan.
4.
Susunan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan tidak semuanya mencapai
kematangan yang sama pada saat
bersamaan. Oleh karena itu, memungkinkan untuk melukiskan perkembangan
ilmu pengetahuan berdasarkan rumitnya bahan yang dipelajari didalamnya. Urutan
ilmu pengetahuan tersusun sedemikian rupa sehingga yang satu selalu
mengandalkan ilmu pengetahuan yang lahir mendahuluinya. Dengan demikian Comte
membedakan enam ilmu pokok : matematika, astronomi, fisika, kimia, biologi dan
sosiologi. Jadi, semua ilmu pengetahuan dapat dijabarkan kepada salah satu dari
keenam ilmu tersebut.
Ilmu pasti merupakan ilmu yang paling
fundamental atau mendasar dan menjadi pembantu bagi semua ilmu lainnya. Selain
relasi-relasi matematis, astronomi juga membahas tentang gerak. Dalam fisika
ditambah lagi dengan penelitian materi. Sedangkan kimia membahas proses
perubahan yang berlangsung dalam materi tersebut. Perkembangan selanjutnya
adalah biologi yang kini membicarakan tentang kehidupan. Dan akhirnya sampailah
pada puncak ilmu pengetahuan yang
dinamakan sosiologi, yang mengambil objek penyelidikannya gejala-gejala
kemasyarakatan yang terdapat pada makhluk-makhluk hidup. Oleh karena itu, sosiologi
merupakan puncak dan penghabisan untuk usaha manusia seluruhnya. Dan sosiologi
baru dapat berkembang sesudah ilmu-ilmu lain untuk mencapai kematangan. Dengan
merancang sosiologi, Comte mempunyai maksud praktis, yaitu atas dasar
pengetahuan tentang hukum-hukum yang menguasai masyarakat dan mengadakan
susunan masyarakat yang lebih sempurna. [8]
b.
JS. Mill
Jhon Stuart Mill (1806-1873) sangat mengagumi
usaha positivisme dan menjadi salah seorang sahabat Comte. Bertentangan dengan Comte, Mill menerima psikologi sebagai ilmu, bahkan menurut dia psikologi merupkan ilmu yang paling fundamental atau dasar. Karena psikologi mempelajari penginderaan-penginderaan dan cara pensusunannya. Psikologi harus memperlihatkan bagaimana asosiasi penginderaan satu dengan penginderaan lain diadakan menurut hukum-hukum tetap. Itulah yang menjadi dasar bagi semua ilmu lain, termasuk juga logika.[9]
Maka dari itu, Mill meneruskan prinsip-prinsip
positivisme dalam bidang logika. Karena seluruh pengetahuan kita berasal dari pengalaman, maka metode yang digunakan adalah metode induktif, merumuskan suatu hukum umumdengan bertitik tolak dengan sejumlah kasus khusus. Hukum-hukum logika merupakan hasil dari induksi, diantaranya hukum kausalitas (sebab-akibat). Dengan demikian, Jhon Stuart Mill menggunakan sistem atau pemikiranya dalam segala ilmu, baik untuk logika serta ilmu jiwa, maupun kesusilaan.[10]
B. TEORI EVOLUSIONISME
1.
Riwayathidup Charles Darwin
Darwin
adalah seorang ahli pengetahuan alam (naturalis) berkebangsaan Inggris.
Teorinya tentang evolusi organik melewati seleksi alamiah telah menyebabkan
perubahan besar dalam sains biologi, filsafat, dan pemikiran keagamaan. Ia
mendapat pendidikan di Universitas Edinburgh dan Universitas Cambridge.
Kemudian ia menggabungkan diri dengan ekspedisi Inggris di kapal H.M.S. Beagle
untuk melakukan penyelidikan selama lima tahun (1831-1836) tentang
tumbuh-tumbuhan, binatang, fosil, dan bentukan-bentukan geologi di
tempat-tempat jauh yang terpencil, kebanyakan di pantai Amerika Selatan dan
pulau-pulau di samudera pasifik. Karyanya yang cukup besar adalah Origin of
Species ditulis tahun 1859 dan Descent of Man (1871) yang telah memberikan
bukti dengan fakta kepada anggapan bahwa spesies-spesies itu mempunyai hubungan
satu dengan yang lainnya dalam garis ke atas dan bahwa manusia itu berasal dari
kelompok binatang yang sama seperti simpanse dan kera. Hal ini jelas sangat bertentangan dengan dalil
Al-Qur’an yang terkandung dalam surat Al-Mukminun ayat 15 yang berbunyi :
“Kemudian
air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal
daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang
itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang
(berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta Yang Paling Baik.”
2.
Pengertian Evolusionosme
Evolusionisme atau teori evolusi adalah suatu interpretasi tentang
bagaimana proses perkembangan segala bentuk kehidupan, baik evolusi dalam arti
biologi maupun evolusi dalam arti evolusi organik. Teori evolusi tidak sama
dengan darwinisme. Darwinisme adalah suatu penjelasan bagaimana suatu jenis
dapat muncul dari jenis yang lain. Dalam bagian ini, terlebih dahulu kita akan
berkenalan dengan Charles Darwinserta beberapa buah pemikirannya.
3. Pemikiran para tokoh tentang teori evolusionisme
a.
Charles R.
Darwin (1809-1882)
Bagian pertama
dari teori evolusi ini menyatakan bahwa bentuk-bentuk yang beraneka ragam itu
telah tercipta dan berkembang secara berangsur-angsurdari suatu tingkat asal
yang rendah. Walaupun doktrin ini bukan yang mula-mula, namun kini telah diterima
secara umum. Jasa Darwin dalam hal ini ialah kemampuannya dalam memberikan
sekumpulan fakta dan bukti-bukti ilmiah terhadap doktrinnya yang sebelumnya
kurang begitu di kenal.
SedangkanBagian kedua dari teori darwin ialah tentang perjuangan hidup dan
kelangsungan hidup bagi yang paling sesuai atau suatu struggle for life and the
fitettes. Teori ini mempunyai implikasi kepada tahap perkembangan flora dan
fauna. Flora dan fauna yang mampu bertahan hidup adalah yang paling baik
nasibnya dan paling tahan terhadap lingkungan sekitarnya.
Dalam prinsip
Darwin, tidak ada bedanya antara manusia dengan binatang. Karena perkembangan ini terbuka juga kemungkinan, bahwa kemudian
hari akan timbul dari manusia sesuatu yang lebih sempurna dari manusia yang
sekarang ini.
Sebenarnya evolusi Darwin ini dari sudut pandang filsafat tidak amat banyak bedanya dari positivisme tentang pendapatnya mengenai pengetahuan.[11]
Oleh karena
yang memajukan teoori ini Darwin, teori ini ada yang menyebut Darwinisme.
b.
Herbert Spencer
Seluruh pemikiran Herbert Spencer (1820-1903) berpusat
pada teori evolusi. Dalam hal itu mendahului Charles Darwin. Sembilan tahun sebelum
terbitnya karya Darwin yang terkenal, The Origin of Spesies (1859),
Spencer sudah menerbitkan sebuah bukutentangevolusi. Ketika ia memahami betapa pentingnya
prinsip evolusi dan terdorong pula oleh buku baru karangan Darwin yang terbit pada tahun 1859, ia memutuskan untuk
menulis karya yang menerapkan prinsip evolusi secara sistematis pada semua lapangan
ilmu pengetahuan yang berjudul System of Syhntetic Philosophy(1862).[12]
Dalam etikanya Spencer berpendapat demikian: manusia selalu
meyesuaikan diri dengan keadaan yang mengelilinginya. Tindakan mausia itu
susila, jika sesuai dengan kelilingnya, artinya: jika tindakan itu akan
menambah kebahagiaan subyek yang bertindak itu, keturunannya serta sesama
manusia. Oleh karena dasar segala-galanya itu evolusi, maka selalu mungkin
berlainan isinya, sehingga hukum kesusilaan itu mungkin berbeda-beda, karena hukum ini pun berkembang. Oleh karena
manusia itu keturunan nenek moyangnya, maka amat
mudah dan hampir dengan sendirinya ia mengetahui mana
yang baik dan mana yang buruk.[13]
4.
Kesalah Tafsiran Tentang Manusia
Untuk memahami evolusi, kita harus menjauhkan diri
dari kesalahan-kesalahan dalam menafsirkan tentang manusia yang sering terjadi.
Pertama, teori evolusi
tidak berarti atau mengandung arti bahwa semua bentuk yang hidup cenderung mengarah
kepada manusia, atau bahkan jenis yang ada itu tentuakan menjadi jenis lain.
Teori evolusi tidak berarti bahwa manusia berasal dari monyet atau monyet yang
lebih sempurna. Manusia mempunyai asal-usul yang panjang, dapat ditelusuri sampai
jenis manusia purba.
Kedua, teori evolusi
tidak sama dengan teori Darwinisme.
Ketiga,teori evolusi
adalah interpretasi deskriptif tentang bagaimana suatu jenis menjelma dari jenis
yang lain. Interpretasi semacam itu mungkin bersifa tmekanisme vitalis dan teologis,
mungkin juga bersifat theistic (ber-kebutuhan) atau non-theistic (tidak berkebutuhan).
Keempat, teori evolusi
tidak seharusnya mengingkari agama atau kepecayaan kepada Tuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Filsafat positifisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak
pemikirannya, segala yang diketahui adalah yang faktual dan yang positif,
sehingga metafisika ditolaknya. Positif adalah segala gejala dan segala yang
tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman obyektif. Jadi,
setelah fakta diperoleh, maka fakta-fakta tersebut kita atur untuk dapat
memberikan asumsi (proyeksi ke masa depan).
Pemikiran Charles Darwin mendominasi pemikiran filsafat abad ke-18. Hipotesis Darwin hanyalah khayalan dan imajinasi semata-mata,
tidak berdasarkan kepada penemuan atau eksperimen sains. Teori
Evolusionisme menyatakan bahwa makhluk hidup membentuk diri mereka sendiri
secara mandiri dari benda mati. Namun, ini adalah dongeng takhayul abad
pertengahan yang bertentangan dengan hukum dasar biologi.
B. Saran
Saya berharap makalah ini dapat memberikan kontribusipositifdanbermaknadalam
proses belajar mengajar. Serta makalah ini juga dapat dijadikan sebagai perspektif
yang baik kedepannya nanti, supaya tidak terjadi kesalah tafsiran mengenai teori
dan aliran-liran tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Maksum, Ali, et.al.,ParadigmaPendidikan
Universal di Era Modern dan Post-Modern; Mencari “VisiBaru” atas “RealitasBaru”
Pendidikan Kita, Yogyakarta: IRCiSoD, 2004
Wibisono, Koento, ArtiPerkembanganmenurutPositivisme
Comte, Yogyakarta: GadjahMada University Press, Cet. II, 1996
Deltgauw, Bernard, SejarahRingkasFilsafat
Barat,terj. SoejonoSoemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992
Bertens, K. PengantarFilsafat,
Manado, kanisius (anggota IKAPI), 1975.
Poedjawijatna, PembimbingkeArahAlamFilsafat, Jakarta : PT RinekaCipta, 1997.
Praja, S. Juhaya, S.Aliran-aliranfilsafat&Etika, Jakarta, Kencana, 2008.
[1]Ali Maksum, et.al.,ParadigmaPendidikan
Universal di Era Modern dan Post-Modern; Mencari “VisiBaru” atas “RealitasBaru”
Pendidikan Kita, Yogyakarta: IRCiSoD, 2004, hlm. 77
[2]Juhaya, S. Praja, Aliran-aliranfilsafat&Etika,
Jakarta, Kencana, 2008. hlm. 133.
[3]AsmoroAkhmadi, FilsafatUmum,
Jakarta: RajaGrafindoPersada, Cet. IV, 2001, hlm.116.
[5]KoentoWibisono, ArtiPerkembanganmenurutPositivisme
Comte, Yogyakarta: GadjahMada University Press, Cet. II, 1996, hlm. 7
[6]Ali Maksum, et.al., Op. Cit. hlm.
80
[7]Bernard Deltgauw, SejarahRingkasFilsafat
Barat,terj. SoejonoSoemargono, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1992, hlm. 67
[8] Juhaya, S. Praja, loc.cit, hlm.
136.
[9] K. Bertens, PengantarFilsafat,
Manado,
kanisius (anggota IKAPI), 1975. hlm.73
[10]Poedjawitanto, PembimbingKearahFilsafat, Jakarta :
RinekaCipta, 1990, hal.121
[12]K. Bertens, op.cit, hlm.74.
[13]Poedjawitatno, op.cit,hlm.123.