Senin, 17 Februari 2014

JURNAL FIQH MUAMALAH (Kewirausahaan dalam Perspektif Bisnis Syari'ah)


Kewirausahaan dalam Perspektif Bisnis Syari’ah

Description: Description: D:\kamar zainab\1002023_703305949693001_1042368809_n.jpg

Jurnal ini untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
FIQH 2


Dosen Pembimbing :
Jumari, M.Pd.i
Oleh:
Widya Rahma   
D31212116    
              

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SURABAYA
2013







ABSTRAK
Saat ini pengembangan ekonomi dan bisnis merupakan hasil penerapan sumber daya dan teknologi. Maka, harus ada seseorang yang berbuat untuk menerapkan kombinasi-kombinasi baru, sumber-sumber produksi untuk kegiatan produktif. Dalam arti yang luas, fungsi itu dilakukan oleh wirausaha atau “Enterpreneur”. Yaitu sebagai pelaku perubahan (changing agent) yang menstransformasikan sumber-sumber daya menjadi barang dan jasa yang sangat bermanfaat dan seringkali menciptakan keadaan yang menyebabkan perubahan industrial. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah konsep atau teori bahkan dalil Al-Qur’an dan hadits untuk melandasinya. Dalam penelitian ini mengkaji tentang kewirausahaan dalam perspektif pemikiran muslim yang berlandaskan bisnis syariah. Yang didalamnya mengkaji tentang karakteristik wirausahawan muslim, integritas wirusahawan muslim, serta kesuksesan dalam keterkaitannya dengan bisnis berbasis syariah Islam. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka (library research),dengan mengkaji literatur kitab dan buku Fiqh Muamalah sebagai sumber data primer. Sedangkan dalam data sekundernya, menggunakan berbagai kajian pustaka tentang hukum ekonomi yang berbisnis syariah dari berbagai teori dan praktik dalam pendekatannya.
Kata Kunci: Fiqh Muamalah, bisnis, syariah, ekonomi, wirausaha (enterpreneur).


PENDAHULUAN
Peistilahan fiqh dapat dikonsepsikan dengan formulasi definisi berbeda-beda para ahli dan pakar di bidang masing-masing berbeda cara menformulasikan ditinjau dari berbagai sudut pandang tergantung cara menganalisisnya. Pengertian fiqh menurut bahasa (lughatan). Fiqh adalah pemahaman, seperti sebuah pernyataan saya memahami peristiwa itu.[1]
Diantara pakar yang mengemukakan konsep dan formulasi tentang fiqh diantara Prof. Dr Wahbah Zuhaily, bahwa hokum fiqh terkait dengan aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang yang mampu melakukan hokum (mukallaf), baik berupa ucapan, tindakan akad, atau transaksi lainnya. Secara garis besarnya dikategorikan sebagai berikut, yaitu:[2]
1.    Hukum ibadah (fiqh ibadah) yang meliputi tatacara bersuci, shalat, puasa, haji, zakat nadzar sumpah dan aktivitas sejenis terkait dengan hubungan seseorang hamba dengan Tuhannya.
2.    Hukum Mua’malah (fiqh muamalah) yang meliputi tata cara akad, transaksi, hokum pidana atau perdata dan lainnya yang terkait dengan hubungan antar manusia atau dengan masyarakat luas.
Menurut Syafei (2001: 13-14) mengemukakan fiqh pada mulanya berarti pengetahuan kaeagamaan yang mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah), yakni sama dengan arti Syari’ah Islamiyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya  Fiqh diartikan sebagai bagian dari Syari’ah Islamiyah, yaitu pengetahuan tentang hokum syari’ah Islamiyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.
            Pada perkembangan selanjutnya, istilah fiqh sering dirangkaikan dengan kata Al-islami sehingga terangkai Al-Fiqh Al-Islami, yang sering diterjemahkan dengan hokum Islam yang memiliki cakupan sangat luas. Pada perkembangan selanjutnya, ulama fiqh membagi fiqh menjadi beberapa bidang, salah satunya adalah fiqh muamalah.
Sedangkan muamalah menurut bahasa adalah bentuk masdar dari kata ‘amada yang artinya saling bertindak, saling berbuat dan saling beramal. Secara istilah (syari’at) muamalah merupakan system kehidupan. Islam memberikan warna pada setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali pada dunia ekonomi, bisnis dan masalah sosial. Kegiatan ekonomi yang dilakukan  bukan hanya berbasis materi, akan tetapi terdapat sandaran transendental didalamnya, sehingga bernilai ibadah.[3]
Disamping itu pula, pengertian fiqh muamalah menurut istilah terminology syari’ah  menurut Zuhaily (1986: 19-21) fiqh muamalah pembahasannya sangat luas mulai dari hokum pernikahan, transaksi jual beli, hokum pidana, hokum perdata, hokum perundang-undangan, hokum kenegaraan, ekonomi, keuangan, akhlak dan etika.
Beberapa definisi fiqh muamalah menurut para ulama dan pakar antara lain dikemukakan oleh Suhendi (2008: 2) ia mengemukakan pendapat Hudhari Beik bahwa Muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaat. Menurut Ahmad (1986: 1) muamalah adalah aturan Allah yang mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam usahanya untuk mendapatkan alat-alat keperluan jasmaninya dengan cara yang paling baik.
Dari pemahama definisi tersebut, dapat dianalisis bahwa fiqh muamalah dalam arti sempit terkonsentrasi pada pentaatan aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan  berkaitan dengan interaksi dan peilaku manusia dalam upaya memperoleh, mengatur , mengelola dan mengembangkan harta benda (al-mal). Sedangkan  harta waris (tirkah) tidak termasuk dalam lingkup fiqh muamalah, sebab  masalah waris  diatur dalam disiplin Ilmu Fiqh Mawaris yang berdiri sendiri.[4]
Jadi, dalam jurnal ini kami membahas tentang fiqh muamalah yang berhubungan dengan muamalah al-Madiyah yaitu muamalah yang mengkaji segi obyeknya, yaitu benda. Sebagian ulama berpendapat bahwa mauamalah jenis ini bersifat kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan subhat untuk dimiliki, diperjual-beliakan atau diusahakan, benda yang menimbulkan kemadaratan dan mendatangkan kemuslahatan bagi manusia dan lain-lain.
Istilah ekonomi bisnis ditinjau dari rangkaian katanya terdiri dari kata ekonomi dan bisnis. Yang dimaksud dengan ekonomi adalah suatu studi mengenai bagaimana orang menjatuhkan pilihan yang tepat, untuk memanfaatkan sumber daya produktif (tanah, tenaga kerja, barang-barang modal, mesin dan pengetahuan teknik) yang langka dan terbatas jumlahnya untuk menghasilkan berbagai barang, serta mendistribusikannya kepada berbagai anggota masyarakat untuk mereka pakai atau konsumsi. Secara singkat dapat dikatakan ekonomi adalah fenomena masyarakat yang berusaha mencapai kebutuhannya untuk mencapai kemakmurannya.[5]
            Dalam mencapai kemakmuran tersebut, dapat ditempuh melalui bisnis, karena bisnis merupakan bagian dari ekonomi yang mencapai kebutuhan dengan memperhatikan kepuasan dari pemakainya. Dapat dikatakan, bisnis merupakan ekonomi atau kesatuan organisasi ekonomi. Menurut Skiner (1992) bisnis adalah pertukaran barang dan jasa atau uang yang saling menguntungkan atau memberikan manfaat. Sedangkan pengertian dasar bisnis adalah suatu pelayanan melalui jual-beli suatu barang (the buying and selling of goods and service).
            Adapun pengertian ekonomo bisnis adalah aktivitas yang menggambarkan cara bisnis dan unit ekonomi atau kesatuan organisasi ekonomi dalam melaksanakan proses ekonomi yang terdiri atas produksi, distribusi dan konsumsi dalam mencapai kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Nimpoena (1985) ekonomi bisnis merupakan bisnis dalam arti yang luas yaitu terkait dengan ekonomi dan politik yang merupakan suatu hubungan yang saling tergantung dan turut mencerminkan efektifitas dan efisiensi suatu masyarakat dengan gerak usahanya dalam mencari keuntugan dan memenuhi kebutuhan.
            Dalam bisnis terdapat empat faktor yang perlu diperhatikan sebagai inti pelaku bisnis, yaitu pemilik, manajer, konsumen dan pekerja. Pemilik bisnis merupakan orang yang menanamkan uangnya dalam bisnis tertentu dengan mengharapkan mendapat dalam bentuk keuntungan dari usaha tersebut. Manajer adalah orang yang menjalankan bisnis tersebut dan bertanggungjawab terhadap pemilik modal ialah manajer yang berproses yang profesional yang mampu berdaya saing komperatif untuk menghasilkan keuntungan, menumbuh kembangakan perusahaan, memperhatikan hidup perusahaan yang memiliki tanggung jawab.
            Pemilik bisnis yang merangkap sebagai manajer disebut dengan wirausaha (enterpreneur) merupakan orang yang mampu memanfaatkan peluang bisnis, memperhitungkan berbagai resiko dengan mengorganisir dan mengelola bisnis serta menerima pendapatan dengan bentuk uang atau dengan bentuk lainnya. Perhatian pebisnis (enterpreneur) terhadap konsumen dewasa ini nampak makin besar disebabkan persaingan dalam bisnis semakin ketat dan adanya anggapan bahwa konsumen adalah segala-segalanya atau disebut dengan raja dan harus dilandasi dengan sebaik-baiknya.
            Peristilahan wirausaha merupakan terjemahan dari kata enterpreneur. Kata tersebut berasal dari bahasa Perancis enterpreneur yang berarti “bertanggung jawab”. Secara konseptual Wirausahawan adalah orang yang bertanggun jawab dalam menyusun, mengelola dan mengatur resiko suatu usaha bisnis. Pada masa sekarang wirausahawan melakukan berbagai hal sehingga definisinya menjadi lebih luas.wirausahawan adalah inovator yang mamp memanfaatkan dan mengubah kesempatan menjadi ide yang dapat dijual atau dipasarkan, membeikan nilai tambah dengan memanfaatkan upaya, waktu, biaya atau kecakapan dengan tujuan mendapat keuntungan. Mereka adalah pemikir mandiri yang memiliki keberanian untuk berbeda latar belakang dalam berbagai hal yang bersifat umum. Mereka adalah pembawa perubahan dalam berbagai kesulitan untuk mengejar keberhasilan usaha yang dirintis secara terencana. Kegagalan tidak dipandang sebagai akhir perjuangan, melainkan dianggap, sebagai suatu bahan kajian yang harus dipelajari demi tercapainya target (Machfoed dan Mahmud Machfud: 2004:1).[6]
Dalam melakukan bisnis seorang wirausahawan perlu mempunyai desain produk, strategi pemasaran, dan solusi dalam mengatasi problem manajerial yang kreatif untuk bersaing dengan perusaahan yang lebih besar. Seorang wirausahawan adalah seorang pemburu yang mengorganisir, mengelola dan mengasumsikan segala resiko pada saat dia memulai usahanya untuk mendapatkan keuntungan.
Seorang wirausahawan selalu mengembangkan enterpreneursipnya dengan mengandalkan otak kiri dan otak kananya dalam memanfaatkan ide-idenya yang baru dalam mewujudkan produk baru, metode-metode baru, menemukan pola layanan baru dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pembangunan ekonomi. Wirausaha merupakan kemampuan untuk berpikir dan merupakan sebuah tindakan yang konstruktif dalam mewujudkan berbagai pola produksi dan layanan secara baru.
Dibawah ini merupakan firman Allah swt. yang berkaitan dengan pola pemikiran yang konstruktif, yaitu:
وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan Kami, Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, Maha peliharalak Kami dari siksa api neraka.” (Q.S. Ali-Imran: 191)
Dalam ayat tersebut kata berpikir (وَيَتَفَكَّرُونَ) dengan pola pemikiran yang kreatif dengan kejadian langit dan bumi serta segala potensinya. Wirausahawan sebagaimana diungkapkan tadi mempunyai karakteristik pemikiran yang kreatif dan inovasi serta mempunyai perilaku atau tindakan yang produktif dalam mewujudkan pembaharuan dalam bidang pembangunan ekonomi dan bisnis.

METODE
            Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini, adalah penelitian pustaka (library research), dengan mengkaji buku fiqh muamalah sebagai sumber data primer. Adapun sumber data sekunder, penulis akan menggunakan berbagai pustaka yang mengkaji tentang bisnis syariah dalam pendekatan ekonomi dan manajemen doktrin, teori dan praktik.   

PEMBAHASAN
Dalam permasalahan ini membicarakan tentang kewirausahaan dalam perspektif pemikiran muslim berbasis bisnis syariah dengan bahasan mengenai konsep dan perspektif usahawan muslim, karakteristik usahawan muslim, integritas wirausahawan muslim, serta implementasi investasi bisnis syariah dalam kegiatan kewirausahaan.
A.      Konsep dan Perspektif Wirausaha Muslim
Para pemikir Islam menempatan Al-Qur’an sebagai sumber hukum, bahwa kehidupan akhirat dibandingkan dengan kehidupan dunia jelas sangat tegas, bahwa kehidupan dalam akhirat itu lebih baik dan lebih kekal, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-A’la: 17:[7]
وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
        Artinya: “Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.”
        Firman yang lain menyebutkan:
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ
Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS. Al-Luqman: 20)

Dari ayat-ayat di atas disimpulkan sebagai berikut, yaitu:
1.      Fokus perhatian untuk kehidupan akhirat tidak berarti kehidupan akhirat menolak kehidupan dunia.
2.      Mengejar kehidupan akhirat itu dapat dilakukan dengan berbuat baik kepada orang lain dan tidak berbuat kerusakan.
3.      Kehidupan dunia dengan menikmati anugerah Allah merupakan hak manusia baik yang lahir maupun yang batin.

Sehubungan dengan ayat dan kesimpulan tersebut, bekerja dan berusaha termasuk berwirausaha, boleh dikatakan merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia di dunia menuju akhirat. Karena keberadaannya sebagai ‘khalifah fil ardh’ dimaksudkan untuk memakmurkan bumi dan membawanya kea rah yang lebih baik, firman Allah dalam Al-Qur’an surat Hud: 16.
أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ إِلا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Artinya: “Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”
Maksud ayat di atas adalah manusian dijadikan penghuni dunia untuk menguasai dan memakmurkan dunia.
Dalam suatu kenyataan bahwa aktivitas berwirausaha merupakan bidang kehidupan yang kurang berkembang secara memuaskan di kalangan masyarakat pribumi atau masyarakat muslim Indonesia. Banyak faktor psikologi yang membentuk sikap negative masyarakat terhadap profesi wirausaha.
1.      Image lama yang melekat pada orang yang aktif di bidang ini, antara lain sikap agresif, ekspansif, bersaing tidak jujur, kikir, dan sumber penghasilan tidak stabil.
2.      Sikap tidak tetarik pada kegiatan wirausaha itu juga dipicu oleh pemahaman yang terlalu dangkal terhadap ajaran agama.
Kondisi yang memprihatinkan akibat tradisi dan pemahaman ini akhirnya membuat seseorang kurang menyentuh kewirausahaan, dan pada gilirannya menyebabkan negeri kita sangat tertinggal bila dibandingkan dengan Negara-negara berkembang seperti Singapura, jepang, Hongkong, Korea bahkan Malaysia.
Paling tidak ada dua alasan mengapa kewirausahaan perlu dikembangkan di Indonesia, dengan penduduk yang mayoritas muslim ini:
1.      Kenyataan dari sejumlah kenyataan yang ada, masih sangat sedikit yang tertampung dalam lapangan kerja, sehingga pembukaan lapangan kerja baru menjadi suatu keniscayaan dalam pemberdayaan masyarakat Indonesia.
2.      Nabi Muhammad saw yang merupakan suri tauladan yang baik bagi umat Islam, adalah seorang pedagang yang ulet, jujur, amanah serta professional. Bahkan kredibilitas dan integritas pribadinya sebagai pedagang mendpat pengakuan, bukan hanya dari kaum muslimin, namun juga orang Yahudi dan Nasrani. 

B.     Karakteristik Wirausaha Muslim

Sebagai konsekuensi pentingnya kegiatan wirausaha, Islam menekankan pentingnya perkembangan dan penegakan budaya kewiusahaan dalam kehidupan setiap muslim. Budaya kewirausahaan muslim itu bersifat manusia religious, berbeda dengan budaya profesi lainnya yang tidak menjadikan pertimbangan agama sebagai landasan.
Dengan demikian, seseorang wirausahawan muslim akan memiliki sifat-sifat dasar yang mendorong untuk menjad pribadi yang kreatif dan handal dalam menjalankan usahanya atau menjalankan aktivitas pada perusahaan tempatnya bekerja. Sifat-sifat dasar itu di antaranya adalah sebagai betikut:
1.      Selalu menyukai dan menyadari adanya ketetapan dan perubahan. Ketetapan ditemukan antara lain pada konsep akidah. Q.S. Ar-Ra’ad: 11.
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ

Artinya: “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

2.       Bersifat inovatif, yang membedakannya dengan orang lain. Al-Qur’an menempatkan manusia sebagai khalifah dengan tugas memakmurkan bumi, dan melakukan perubahan serta perbaikan sebagaimana firman Allah dalam surat Hud 61.
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الأرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ
Artinya: Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka Saleh. Saleh berkata: "Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya)."

3.      Berupaya secara sungguh-sungguh untuk bermanfaat bagi orang lain. Ada beberapa hadits Nabi saw yang menjeaskan tentang keharusan seseorang untuk bermanfaat bagi orang lain. Berbagai hadits Rasulullah saw dijelaskan dibawah ini yang artinya:
“Manusia terbaik adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain.”
4.      Selalu menyukai dan menyadari adanya ketetapan dan perubahan. Ketetapan ditemukan antara lain pada konsep akidah (Q.S. Al-Anbiya’: 125). Sementara perubahan dilaksanakan pada masalah-masalah muamalah termasuk peningkatan kualitas kehidupan (Q.S. Ar-Ra’d: 11).
5.      Karakter dan kepribadian dibentuk secara berkelanjutan, bukan hanya untuk sesaat atau untuk dirinya sendiri, atau orang sesamanya. Tetapi juga untuk jangka yang lebih panjang, bagi generasi-generasi sesudahnya. Jadi dibutuhkan pelembagaan bagi sistem kerja para karyawan. Banyak hadits dan ayat-ayat Al-Qur’an yang memberikan bimbingan dalam hal ini diantaranya:
“Bekerjalah kamu untuk dunia seolah-olah engkau hidup selama-lamanya, dan bekerjalah kamu untuk akhirat, seolah-olah kamu akan mati esok hari.” (HR. Bukhari)
Dalam usaha bisnis haruslah dibangun dengan berkelanjutan, bukan hanya unruk sesaat atau melainkan umtuk kepentingan individu. Melainkan untuk jangka waktu yang lebih panjang dan bagi generasi-generasi yang selanjutnya. Dan bukan hanya diusahakan berjalan baik pada masanya, tetapi juga mengalami perkembangan. Banyak hadits dan ayat-ayat yang memberikan bimbingan dalam hal ini diantaranya adalah:
“Bekerjalah kamu untuk duniamu seolah-olah engkau hidup selama-lamanya, dan bekerjalah kamu untuk akhirat, seolah-olah kamu akan mati esok hari.” (HR. Bukhari)
“Sekiranya kamu tahu bahwa engkau akan mati esok hari, silahkan kamu menanam kurma hari ini.” (HR. At-Thabrani)
Adapun obyek usaha bisnisnya haruslah yang halal, sebagaimana sabda Rasulullah saw :
“Barangsiapa yang dagingnya tumbuh dari yang haram, maka Allah mengharamkan jasadnya daripada surga.”(at-Thabrani)
C.      Integritas Wirausahawan Muslim
Keberhasilan seorang wirausahawan muslim bersifat independent. Artinya, keunggulan berpusat pada integritas pribadinya, bukan dari luar dirinya. Hal ini akan menimbulkan kehandalan menghadapi tantangan, juga merupakan garansi tidak terjebak dalam praktek-praktek negatif yang bertentangan dengan peraturan,baik peraturan negara maaupun peraturan agama. Integritas wirausahawan muslim tersebut dalam sifat-sifat sebagai berikut:[8]
1.      Takwa, tawakal, zikir dan bersyukur. Seorang wirausahawan muslim memiliki keyakinan yang kukuh terhadap kebenaran agamanya sebagai jalan keselamatan, dan bahwa dengan agamanya ia menjadi unggul.
2.      Motivasi wirausaha muslim bersifat vertikal dan horizontal. Secara horizontal terlihat pada dorongannya untuk mengembangkan potensi dirinya dan keinginannya untuk selalu mencari manfaat sebesar mungkin bagi orang lain. Sementara secara vertikal dimaksudkan untuk mengabdi diri keada Allah swt. Motivasi disini berfungsi sebagai pendorong, penentu arah, dan penetapan skala prioritas.
3.      Niat suci dan ibadah. Islam menekankan bahwa keberadaan manusia di dunia adalah untuk mengabdikan diri pada-Nya; (QS. Al-Dzariyat: 56). Bagi seorang muslim, menjalankan usaha merupakan aktivitas ibadah, sehingga ia harus memulai dengan niat yang suci. Sebab dengn itulah ia akan memperoleh garansi keberhasilan dari Tuhan.
4.      Memandang status dan profesi sebagai amanah. Seseorang wirausahawan muslim senantiasa menyadari bahwa statusnya atau profesinya sebagai amanah.
5.      Aktualisasi diri untuk melayani. Wirausahawan muslim senantiasa berusaha untuk mengaktualisasikan dirinya, melayaninya (antum a’lamu bi umuuri dunyakum), melayani konsumen atau orang-orang yang menaruh harapan kepada kerjanya. Berusaha selalu memberikan pelayanan terbaik kepada orang atau lembaga yang berusaha membantu memajukan usahanya.
6.      Mengembangkan jiwa bebas merdeka. Bagi wirausaha muslim, perlu memiliki jiwa bebas-merdeka. Baginya rahmat dan rezeki-Nya sangat tidak terbatas, sehingga cara dan upaya untuk mencapainya sangat luas.
7.      Adzan bangun lebih pagi. Rasulullah saw mengajarkan kepada agar kita mlai bekerja sejak pagi hari. Karena pada saat itu malaikat pun turun membagi rezeki sejak terbit fajar sampai terbenamya matahari.
8.      Selalu berusaha meningkatkan ilmu dan keterampilan. Ilmu pengetahuan dan keterampilan, dua pilar bagi pelaksaan suatu usaha. Oleh karenya, memang perusahaan berdasarkan ilmu keterampilan di atas landasan iman dan ketakwaan merupakan salah satu kunci keberhasilan seorang wirausahawan muslim.
9.      Semangat hijrah. Seorang wirausahawan muslim perlu memiliki semangat hijrah. Hjrah merupakan strategi Nabi Muhammad saw, yang pantas diteladani dan sangat cocok untuk diterapkan dalam dunia bisnis. Sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nisa’: 100.
وَمَنْ يُهَاجِرْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَجِدْ فِي الأرْضِ مُرَاغَمًا كَثِيرًا وَسَعَةً وَمَنْ يَخْرُجْ مِنْ بَيْتِهِ مُهَاجِرًا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ يُدْرِكْهُ الْمَوْتُ فَقَدْ وَقَعَ أَجْرُهُ عَلَى اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: “Barang siapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezeki yang banyak. Barang siapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
10.  Keberhasilan memulai. Keberhasilan seringkali bukan merupakan bawaan lahir. Sebab, setiap orang dapat mengembangkan keberaniannya, dan bila dilakukan secara sungguh-sungguh keberanian tersebutbkan berkembang dan berdayaguna.
11.  Memulai usaha dengan modal sendiri walaupun kecil. banyak orang yang berpendapat, bahwa uang adalah modal utama usaha dan harus tersedia dalam umlah yang cukup atau besar. Memang uang diperlukan untuk modal usaha, tapi bukan merupakan satu-satunya dalam membuka usaha. Akan tetapi ada modal lain yaitu semangat, kesungguhan, dan karakter serta skill atau kreativitas.
12.  Bersikap jujur. Kejujuran merupakan salah satu kunci dalam kesuksesan seorang wirausahawan sebab suatu usaha tidak akan berkembangan tanpa adanya bantuan dari orag lain. Sementara kesuksesan dan kelanggengan hubungan denagn orang lain atau pihak lain, sangat ditentukan oleh kejujuran kedua belah pihak.
13.  Suka menyambung tali silaturrahmi. Seorang wirausahawan haruslah sering melakukan silaturahmi dengan mitra bisnis dan bahkan juga dengan konsumennya. Sebab dalam perspektif Islam, silaturahmi selalu eningkatkan ikatan persaudaraan juga akan membuka peluang bisnis.
14.  Memiliki komitmen pada pemberdayan. Dalam perspektif Islam keberhasilan seseorang dalam usahanya bukanlah mutlak merupakan hasil kerjanya, melainkan merupakan kerja kolektif sejumlah manusia yang terkait dengannya.
15.  Menunaikan zakat, infak, dan shadaqah (ZIS), harus menjadi budaya wirausahawan muslim. Menurut pandangan Islam sudah jelas, harta yang digunakan untuk membayar ZIS, tidak akan hilang, bahkan menjadi tabungan kita yang akan dilipat gandakan oleh Allah, di dunia dan di akhirat kelak.
16.  Puasa sunnah. Hubungan antara bisnis dan keluarga ibarat dua sisi mata uang, sehingga satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan. Sebagai seorang enterpreneur. Di samping menjadi pemimpin di rumah tangganya. Dengan menjalankan puasa-puasa sunnah, bahkan membiasakannya meupakan usaha yang sangat mulia dan akan sangat mendukung usaha.
17.  Shalat sunnah. Shalat-shalat sunnah seperti, shalat sunnah wudhu, rawatib, tahajud, witir, fajar dan shalat sunnah dhuha juga sangat penting dilaksanakan, sehingga suasana keluarga akan terasa sejuk dan selalu dalam suasana agamis.
18.  Mengasuh anak yatim. Sebagai pengusaha, mengasuh anak yatim merupakan kewajiban. Mengasuh dan memelihara dalam arti memberikan kasih sayang dan nafkah.
19.  Menyantuni fakir miskin. Menyantuni fakir miskin adalah pekerjaan yang sangat mulia di sisi Allah dan merupakan tabungan kita untuk di akhirat. Kalau kita menabung untuk di akhirat, maka dunia otomatis akan bisa diraih. Jadi, dengan kata lan, kalau kita ingin dikayakan oleh Allah maka kita harus mau dan berani mengkayakan orang lain, atau dengan jalan menyantuni fakir miskin.
20.  Mengembangkan sikap toleransi dan bersedia mengakui kesalahan. Toleransi, tenggang rasa merupakan sikap yang penting dimiliki wirausahawan. Dengan adanya sifat tersebut, maka seorang wirausahawan mudah bergaul, fleksibel, pandai dalam melihat kondisi dan situasi, teguh memegang prinsip namun tidak kaku dalam berhubungan dengan pihak lain.
Bersedia mengakui kesalahan dan suka bertaubat. Kesalahan dan kegagalan bagi wirausahawan muslim merupakan hal berharga dan bisa menjadi guru di kemudian hari. Dengan demikian, ia akan selalu melakukan intropeksi diri, tanpa harus diketahui publik.

           Berdasarkan prinsip itu, maka seorang wirausahawan muslim memiliki mental yang tangguh dalam menghadapi segala tantangan; (QS. Al-Taubah: 9), dan memiliki keyakinan yang tinggi bahwa ia dapat mengatasi segala tantangan dan kegagalan yang ada, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Zumar: 53.
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. 
 Dalam hubungan ini dengan surat An-Nisa ayat 48.
إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.

D.   Implementasi Investasi Pada Bank Syariah dalam Kegiatan Kewirausahaan
Dalam praktik investasi di bank syariah, akad sesuai dengan prinsipnya mudharabah, yang bertujuan kerjasama antara pemilik modal (shahibul mal) dengan pengelola manajer pihak bank (mudharib). Midharabah dibagi menjadi dua jenis, yaitu:[9]
1.      Mudharabah Mutlaqah
Dalam mudharabah mutlaqah ini dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.    Pemilik modal tidak (shahibul mal) tidak memberikan batasan-batasan (retriction) atas dana yang diinvestasikan. Pengelola (mudharib) diberi kewenangan penuh mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, jenis usaha dan jenis pelayanannya.
b.    Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah time deposit biasa.
Dari prinsip investasi sistem Mudharabah Mutlaqah terdapat berbagai hal yang berbeda dengan secara fundamental dalam hal nature or relationship between bank and customer pada bank konvensional (Antonio, 2009: 151), sebagai berikut, yaitu:
(1)     Penabung atau deposan di bank syariah adalah milik investor dengan sepenuhnya. Dia bukan leader atau creditor bagi bank seperti halnya pada bank umum. Dengan demikian secara prinsip menabung dan deposan entelet untuk risk dan return dari hasil usaha bank.
(2)     Bank memiliki dua fungsi kepada deposan atau penabung, ia bertindak sebagai pengelola (mudharib), sedang pada dunia usaha berfungsi sebagai pemilik dana (shahibul mal). Denagn demikian bank ke kiri maupun ke kanan harus shering risk dan return.
(3)     Dunia usaha berfungsi sebagai pengguna dan pengelola dana yang harus berbagi hasil dengan pemilik dana yaitu bank. Dalam penggunaannya nasabah pengguna dana dapat juga menjalin hubungan dengan bank dalam bentuk jual beli, sewa dan fee based service. 
2.      Mudharabah Muqayyadah
Dalam mudharabah muqayyabah ini dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a.       Pemilik modal (shahibul mal) memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Pengelola (mudharib) hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh pemilik dana. Misalnya hanya untuk usaha tertentu saja, tempat tertentu, waktu tertentu dan lain-lain.
b.    Aplikasi perbankan sesuai dengan akad ini adalah special investment.

Dalam investasi dengan menggunakan konsep mudharabah muqayyabah pihak bank terkait dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh shahibul mal  misalnya jenis investasi, waktu dan tempat. Produk special invesmet baced on resticted mudharabah ini sangat sesuai dengan special hight networth individuals atau company yang memiliki kecenderungan investasi khusus.
            Di samping itu special invesmet merupakan modus funding dan financing, sekaligus yang cocok pada saat-saat krisis dan sektor perbankan mengalami kerugian yang menyeluruh. Dengan special invesmet investor tertentu tidak perlu penanggung overhead bank yang terlalu besar, karena seluruh dananya masuk ke proyek khusus dengan return dan cost yang dihitung khusus pula.[10]


KESIMPULAN

Pemilik bisnis yang merangkap sebagai manajer disebut dengan wirausaha (enterpreneur) merupakan orang yang mampu memanfaatkan peluang bisnis, memperhitungkan berbagai resiko dengan mengorganisir dan mengelola bisnis serta menerima pendapatan dengan bentuk uang atau dengan bentuk lainnya. Perhatian pebisnis (enterpreneur) terhadap konsumen dewasa ini nampak makin besar disebabkan persaingan dalam bisnis semakin ketat dan adanya anggapan bahwa konsumen adalah segala-segalanya atau disebut dengan raja dan harus dilandasi dengan sebaik-baiknya.
Sebagai seorang wirausaha, kita ingin mendapat pekerjaan yang layak dengan memanfaatkan peluang usaha, mendapat kepuasan dari pekerjaan dan ingin mendapat tantangan serta harapan untuk masa depan. Seorang wirausaha dapat memadukan pikiran yang kreatif dan imajinatif dengan kemampuan proses yang logis dan sistematis, perpaduan ini merupakan kunci keberhasilan. Lebih dari itu seorang wirausaha yang potensial selalu menjadi kesempatan dan peluang yang unik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan. Disamping itu, juga seorang wirausaha tidak bisa terlepas dari investasi atau penanaman modal untuk usahanya. Berinvestasi dengan berbasis syariah sangat menunjang dalam kewirausahaan muslim dikarenakan, tidak dikhawatirkan akan terjadinya kecurangan dan unsur riba di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Abdul, Ekonomi Islam Analisis Mikro dan Makro, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Alama dan Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syari’ah, Bandung: Alfabeda, 2009.
Ghazaly, Abdur, Rahman. dkk, Fiqh Muamalah, Jakarta: Kencana, 2012.
Hasan, Ali, Manajemen Bisnis Syari’ah, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.
 Nawawi, Ismail, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, Jakarta: CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2010.
, Bisnis Syariah Pendekatan ekonomi dan Manajemen Doktrin, Teori dan Praktik, Jakarta: CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2012.
Mitchaell, Makmuri, Budaya Bisnis Internasional, Jakarta: PPM, 2001.



[1] Ismail Nawawi, Fiqh Muamalah Hukum Ekonomi, Bisnis dan Sosial, (Jakarta: CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2010), hal. 12.
[2] Ibid., 13.
[3] Ibid., 14.
[4] Ibid., 16.
[5] Nawawi, Ismail, Bisnis Syariah Pendekatan ekonomi dan Manajemen Doktrin, Teori dan Praktik, (Jakarta: CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal. 1.

[6] Ibid., 126.
[7] Ibid., 151.
[8] Ibid., 168.
[9] Ismail Nawawi, Bisnis Syariah (Pendekatan ekonomi dan Manajemen Doktrin, Teori dan Praktik), (Jakarta: CV Dwiputra Pustaka Jaya, 2012), hal.497.
[10] Ibid.,499.

3 komentar: