Jumat, 21 Februari 2014

Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah SPI
Description: logo iain
















FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2013




PENDAHULUAN
Tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan islam marupakan komponen penting yang turut membentuk dan mewarnai corak kehidupan. Pendidikan Islam merupakan ilmu yang memberi hukum-hukum yang mengikat orang islam agar tidak terjerumus dalam kesesatan. Pendidikan dapat merubah dan memindahkan nilai kebudayaan kepada setiap individu dalam masyarakat. Pendidikan dapat melalui beberapa proses. Beberapa proses telah diterapkan oleh Bani Umaayyah. Selama kurang lebih 91 tahun dinasti umayyah berkuasa, pendidikan Islam mulai tumbuh dan berkembang seiring dengan perluasan wilayah kekuasaan umat Islam yang dipengaruhi oleh situasi dan kondisi politik pada saat itu. Perkembangan ilmu pengetahuan bukan hanya terbatas pada bidang keagamaan saja tetapi dalam bidang teknologi dan militer serta administrasi pemerintahan juga banyak yang telah direformasi.
Banyak jasa dan kemajuan dalam pembangunan yang telah diukir oleh masing-masing khalifah dinasti umayyah selama mereka berkuasa, diantaranya adalah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan, penertiban angkatan bersenjata dan mata uang, bahkan jabatan hakim (qadhi) menjadi profesi tersendiri. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan mendapat dukungan yang tingi dari masyaakat dan pemerintah.
Dalam deskripsi ini kami mencoba mendiskripsikan bagaimana sejarah pola pendidikan Islam yang dikembangkan selama masa pemerintahan dinasti umayyah.



PEMBAHASAN
SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH
Ilmu pengetahuan di masa ini mengalami perkembangan yang pesat, bahkan ilmu pengobatan mencapai kesempurnaannya di Arab. Khalid bin Yazid memperoleh kesarjanaan dalam ilmu kimia dan kedokteran, serta menulis beberapa buku tentang bidang itu. Khalid bin Yazid (wafat tahun 704-M atau 708-M) putra khalifah Dinasti.[1]
Pola Pendidikan Islam yang Dikembangkan
Di samping melakukan pengembangan wilayah kekuasaan, pemerintah dinasti umayyah juga memberi perhatian pada bidang pendidikan. Hal ini dibuktikan dari kuatnya dorongan para khalifah terhadap dunia pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana bagi para ilmuan, seniman, dan ulama untuk mengembangkan semua bidang ilmu yang dikuasainya. Ilmu pengetahuan yang sudah berkembang pada masa ini di antaranya adalah:
1. Ilmu agama, yaitu al-Qur’an, hadis, dan fiqh. Proses pembukuan hadis terjadi pada masa khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itu hadis mengalami perkembangan yang pesat.
2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Tokohnya adalah Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis peristiwa sejarah
3. Ilmu bahasa, yaitu segala ilmu yang berkaitan dengan bahasa arab seperti nahu, saraf dan lain sebagainya.
4. Ilmu filsafat, yaitu ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantic, kimia, astronomi, matematika, dan kedokteran.
Kemajuan – kemajuan pada ilmu agama
1.      Kemajuan dalam bidang ilmu hadits
Perkembangan hadits semakin pesat pada masa tabi’in dengan berkembangnya gerakan rihlah ilmiah, yaitu pengembaraan ilmiyah yang dilakukan para muhaditsin dari satu kota kekota lain, mereka melakukan hal demikian untuk mendapatkan suatu hadits dari sahabat yang masih hidup dan tersebar diberbagai kota. Hal ini dilakukan untuk membuktikan keaslian suatu hadits.Usaha yang mereka lakukan ini menimbulkan suatu kajian hadits yang kemudian berkembang menjadi Ulumul Hadits.
Khalifah Umar bin Abdul Aziz memberikan kepercayaan kepada gubernur Madinah Ibn Hazm untuk menghimpun dan membukukan hadits-hadits yang ada padanya dan yang ada pada sahabat lainnya di Madinah. Usaha pengumpulan hadits  terus dilakukan sampai akhir kepemimpinan Khalifah Umar bin Abdul Aziz (120 H). Diantara para ulama yang berjuang mengumpulkan dan membukukan hadits adalah Ibnu Juraij (Makkah), Muhammad bin Ishak ( Madinah), Said bin Urwah (Basrah), Sufyan As-Sauri (Kufah) dan Awza’il (Syiria). Ulama hadis dan karyanya pada masa Daulah Umayyah adalah :
a.       Imam Bukhari karyanya adalah Shahih Bukhari
b.      Imam Muslim karyanya adalah Shahih Muslim
c.       Imam Nasa’i karyanya adalah Sunan An-Nasa’i
d.      Imam Abu Daud karyanya adalah Sunan Abi Daud
e.       Imam Turmudzi karyanya adalah Sunan Turmuzi           
f.       Imam Ibnu Majah karyanya adalah Sunan Ibnuu Majah
2. Kemajuan dalam bidang ilmu tafsir
Diantara ahli tafsir terkenal adalah Abdullah Bin Abbas dan Ibnu Juraij yang telah menghimpun apa yang telah diterima sehingga tafsirnya merupakan tafsir yang sangat detail. Muqatil bin Sulaiman dimana tafsirnya banyak yang bersumber dari Taurat, sehingga Imam Ibnu Hanifah menudingnya sebagai pendusta.
3. Kemajuan dalam bidang ilmu fiqih
Pada perkembangannya fiqih dizaman pemerintahan Bani Umayyah merupakan ilmu praktis yang digali dari dalil yang sudah terperinci, para ahli di antaranya  Ibnu Juraih  (Makkah) Malik bin Annas (Madinah), yang menulis kitab al-Muattha Hammad bin Salmah, Sufyan as-Sauri (Kufah) Ibnu Ishaq. Setelah itu muncul pula penulis Hasyim  serta Ibnu Luhai’ah, dan lain-lain.
Pada masa ini dapat dikatakan bahwa pemikiran ilmu fiqih yang terjadi hanya merupakan pemikiran-pemikiran para ilmu fiqh yang belum mapan dan belum dibukukan.
4. Kemajuan dalam bidang ilmu tasawuf
Para ahli sejarah tasawuf menilai bahwa munculnya gerakan tasawuf pada masa Daulah Bani Umayyah tidak terlepas dari kondisi kehidupan masyarakat, terutama dikalangan istana Bani Umayyah, yang oleh sebagian mereka me-nyimpang jauh dari kehidupan yang diajarkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang selalu hidup sederhana. Ada juga yang memandang Bani Umayyah sebagai penguasa yang dzalim, sehingga mereka (para sufi) tidak mau melakukan sumpah setia (bai’at) kepada Abdul Malik bin Marwan ketika naik tahta kerajaan.
Pemindahan ibukota dari Madinah ke Damaskus melambangkan zaman imperium baru dengan menggesernya untuk selama-lamanya dari pusat Arabia, yakni Madinah yang merupakan pusat agama dan politik kepada sebuah kota yang kosmopolitan. Disamping itu berdasarkan pertimbangan dari pihak politis dan keamanan karena letaknya jauh dari Kufah (pusat kaum Syiah) dan juga Hijaz (tempat tinggal Bani Hasyim).Damaskus yang terletak di wilayah Syam (Suriah) adalah daerah yang berada di bawah kuasa Mu’awiyah selama 20 tahun sejak dia diangkat menjadi gubernur di distrik sejak zaman Khalifah Umar bin al-Khattab. Dari kota inilah daulat Umayyah melanjutkan ekspansi kekuasaan Islam dan mengembangkan pemerintahan sentral yang kuat, yaitu sebuah imperium Arab.[2]
       Ekspansi yang berhasil dilakukan pada masa Mu’awiyah antara lain ke wilayah-wilayah: Tunisia, Khurasan sampai ke sungai Oxus, Afganistan sampai ke Kabul, serangan ke ibukota Bizantium (Konstantinopel). Kemudian ekspansi ke timur dilanjutkan oleh khalifah Abdul Malik yang berhasil menaklukkan Balkh, Sind, Khawarizm, Fergana, Samarkand, dan India. Ekspansi ke barat dilanjutkan pada masa al-Walid ibn Abdul Malik dengan mengadakan ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju barat daya, benua Eropa. Wilayah lainnya yang berhasil ditaklukan adalah al-Jazair, Maroko, ibukota Spanyol (Kordova), Seville, Elvira, dan Toledo. Di zaman Umar ibn Abdul Aziz, serangan dilakukan ke Perancis. Selain itu, wilayah kekuasaan Islam meliputi Spanyol, Afrika Utara, Siria, Palestina, Jazirah Arab, Irak, dan sebagian Asia Tengah.[3]
Pola pendidikan pada masa dinasti umayyah sudah mengarah kepada pendidikan  yang berifat desentralisasi, artinya pendidikan tidak hanya terpusat di ibukota Negara saja tetapi sudah dikembangan secara otonom di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki tingkatan dan standar umur. Kajian keilmuan yang ada pada masa ini berpusat di Damaskus sebagai pusat kota pemerintahan, Kuffah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainya, seperti Basrah, dan Irak, Damsyik dan Palestina, dan Fistat.
Melihat sejarah pertumbuhan ilmu pengetahuan yang ada pada masa dinasti umayyah, dapat difahami bahwa pada masa ini merupakan awal dari perkembangan ilmu pengetahuan. Sebagaimana yang disampaikan oleh Philip K. Hitti, masa pemerintahan dinasti umayyah merupakan masa inkubasi, maksudnya adalah masa ini peletakan dasar-dasar kemajuan pendidikan selanjutnya dan intelektual muslim berkembang pada masa ini.[4] Pada masa umayyah merupakan masa dimana ilmu pengetahuan sangat berkembang pesat. Terlahirnya para intelektual yang dapat dihandalkan untuk perkembangan ilmu agama dan umum.
Adapun bentuk dan lembaga pendidikan pada masa dinasti umayyah di antaranya adalah:
1. Pendidikan Istana, yaitu pendidikan yang diselenggarakan dan diperuntukkan khusus bagi anak-anak khalifah dan para pejabat pemerintahan. Kurikulum pada pendidikan istana diarahkan untuk memperoleh kecakapan memegang kendali pemerintahan atau hal-hal yang ada sangkut pautnya dengan keperluan dan kebutuhan pemerintah, maka kurikulumnya diatur oleh guru dan orang tua murid.[5]
Hal ini dapat dilihat dari rencana dan petunjuk yang diberikan oleh orang tua murid kepada guru agar dijadikan acuan atau pedoman dalam mendidik anak-anak mereka. contoh pesan-pesan tersebut di bawah ini:
a. Wasiat Amru ‘Utba kepada pendidik putranya. Beliau berkata:
Kerjamu yang pertama untuk memperbaiki putra-putraku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena mata mereka selalu terikat padamu. Apa yang kamu perbuat adalah yang terbaik menurut pandangan mereka, dan yang buruk adalah yang kamu tinggalkan. Ajarkanlah kepada mereka al-Qur’an, tetapi jagalah mereka agar tidak sampai bosan, karena kalau sampai demikian Al-Qur’an itu akan meninggalkannya. Dan janganlah kamu dijauhkan oleh al-Qur’an, nanti mereka akan meninggalkan al-Qur’an sama sekali. Riwayatkanlah kepada mereka hadits-hadits yang paling baik, dan syair yang paling suci. Jangan kamu bawa mereka pindah dari suatu ilmu kepada ilmu yang lain sebelum ilmu itu difahaminya dengan betul-betul. Sebab ilmu yang bertimbun-timbun dalam otak sukar difahami. Ajarkanlah kepada mereka jalan orang-orang yang bijaksana. Jauhkan mereka berbicara dengan perempuan-perempuan. Jangan engkau bersandar kepada kemaafanku karena aku pun telah menyandarkan sepenuhnya kepada kecakapanmu.
b. Wasiat Hisyam ibn Abdul Malik kepada Sulaiman al Kalbi
 Dia berkata :Putraku ini adalah sepotong kulit dari bagian dua mataku ini. Engkau talah saya angkat sebagai pendidiknya karena itu hendaklah bertaqwa kepada Allahdan melaksanakan apa yang telah dipercayakan kepada mu, pertama latihlah dia dengan Kitabullah, kemudian riwayatkan syari yang paling baik sreta bawalah dia ke dusun-dusun untuk mengambil syair yang baik, dan hendaklah diketahuinya yang halal dan haram begitu juga berpidato dan cerita peperangan.
c. Wasiat Abdul Malik ibn Marwn kepada pendidik putranya
Ajarkanlah kepada mereka berkata benar di samping mengajarkan al Qur’an. Jauhkanlah mereka Dari orang jahat karena orang tersebut tidk mengindahkan perintah tuhan dan tidak berlaku sopan. Jauhkan pula mereka dari khadam dan pelayan, karena pergaulan khadam dan pelayan itu dapat merusak moralnya. Lunakkanlah perasaan mereka agar keras pundaknya. Berilah mereka daging agar mereka berbadan kuat. Ajarkanlah syair kepada mereka agar mulia dan berani. Suruhlah mereka bersugi dengan melintang dan minum air dengan menghirup pelan-pelan, jangan diminumnya dengan tidak senonoh. Dan bila kamu menegurnya maka hendaklah dengan tertutupjangan sampai diketahui oleh pelayan dan tamu agar mereka tidak dipandang rendah oleh mereka.
2.      Pendidikan Kuttab, yaitu tempat belajar menulis. Pada masa awal Islam sampai pada era khulafaur rasyidin dalam pendidikan di Kuttab secara umum tidak dipungut bayaran alias gratis, akan tetapi pada masa dinasti umayyah ada di antara pejabat yang sengaja menggaji guru dan menyediakan tempat untuk proses belajar mengajar. Adapun materi yang diajarkan adalah baca tulis yang pada umumnya diambil dari syair-syair dan pepatah arab. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu :
a.       belajar membaca dan menulis
b.      membaca Al-Qur’an  dan menghafalnya
c.       belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara berwudhu, sholat, puasa dan sebagainya.[6]
3.      Pendidikan Masjid, yaitu tempat pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang bersifat keagamaan. Selain itu, masjid berfungsi sebagai tempat bersosialisasi, tempat ibadah, tempat pengadilan dan sebagainya. Pada pendidikan masjid ini terdapat dua tingkatan yaitu menegah dan tinggi. Materi pelajaran yang ada seperti al-Qur’an dan tafsirnya, hadis dan fiqh serta syariat Islam. Berikut ini adalah tiga masjid besar di dunia Islam yang menjadi kebanggaan dan termansyur dalam pendidikan Islam yaitu: [7]
a.       Al-Azhar di Kairo
b.      Masjid Al- Manshur di Baghdad
c.       Masjid Al- Umayyah di Damaskus
4. Pendidikan Badiah, yaitu tempat belajar bahasa arab yang fasih dan murni. Hal ini terjadi ketika khalifah Abdul Malik ibn Marwan memprogramkan arabisasi maka muncul istilah badiah, yaitu dusun badui di Padang Sahara mereka masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa arab tersebut. Sehingga banyak khalifah yang mengirimkan anaknya ke badiah untuk belajar bahasa arab bahkan ulama juga pergi kesana di antaranya adalah Al Khalil ibn Ahmad.
5. Pendidikan Perpustakaan, pemerintah dinasti umayyah mendirikan perpustakaan yang besar di Cordova pada masa khalifah Al Hakam ibn Nasir. 
6. Majlis Sastra/ Saloon Kesusasteraan, yaitu suatu majelis khusus yang diadakan oleh khalifah untuk membahas berbagai ilmu pengetahuan. Majelis ini sudah ada sejak era khulafaurrasyidin yang diadakan di masjid. Namun pada masa dinasti umayyah pelaksanaannya dipindahkan ke istana dan hanya dihadiri oleh orang-orang tertentu saja. Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam Islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transmisin keilmuan dari berbagai disiplin ilmu sehingga majlis banyak ragamnya. Menurut Muniruddin Ahmed, ada 7 macam majlis, yaitu: [8]
      a. Majlis Al-Hadis
      b. Majlis Al- Tadris
      c. Majlis Al- Munazharoh
      d. Majlis Al-Muzakaroh
      e. Majlis Al-Syu’ara’
      f. Majlis Al-Adab
      g. Majlis Al-Fatwa dan Al-Nazhar
7. Bamaristan, yaitu rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta tempat studi kedokteran. Cucu Muawiyah Khalid ibn Yazid sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Ia menyediakan sejumlah harta dan memerintahkan para sarjana yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran ke dalam bahasa arab. Hal ini menjadi terjemahan pertama dalam sejarah sehingga al Walid ibn Abdul Malik memberikan perhatian terhadap bamaristan.
Sedangkan pendidikan untuk umum merupakan kelanjutan dari pendidikan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup, ia merupan sarana pendidikan yang sangat penting bagi kehidupan agama. Dalam pertumbuhan dan perkembangannya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kehidupan Islam secara umum yang ada kaitannya dengan peri kehidupan umat Islam sendiri. Dengan demikian, tidaklah mengherankan bila usaha kegiatan pendidikan dan pengembangan ilmu memperoleh kesempatan yang baik.[9]
Format pendidikan pada masa khlafaur rasyidin dan umayyah masih terjadi dalam dunia pendidikan saat ini. Sebagaimana pola pngajaran dengan sistem kuttab, tempat anak-anak belajar membaca dan menulis Al Qur’an serta ilmu agama lainnya. Sistem dengan pola ini bertempat di rumah guru, istana, dan masjid. [10]
Menurut hemat penulis bahwa pola pendidikan pada masa dinasti umayyah dapat dibagi menjadi dua yaitu pendidikan istana yang khusus dan terbatas untuk anak-anak khalifah dan keluarganya kemudian pendidikan untuk umum yang disediakan bagi masyarakat. Karena visi dan misi serta tujuan masing-masing pendidikan keduanya berbeda oleh karena itu sistem dan kurikulumnya berbeda pula.
Dari beberapa penjelasan di atas maka penulis menyimpulkan bahwa pola pendidikan Islam pada masa pemerintahan umayyah sudah terjadi perkembangan dibanding pada masa sebelumnya, Walaupun sistem yang dilaksanakan masih menggunakan cara yang lama. Hal ini disebabkan karena luas wilayah kekuasaan dinasti umayayh sudah begitu luas mencapai tiga benua.





DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Supardi, Sukarno. Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa, 1983.
Asrohah Hanun. Sejarah Pendidikan Islam.Ciputat: PT Logos Wacana Ilmu, 1999.
Esposito, L. John. Islam dan Politik. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Hitti K. Philip. History of the Arabs. London: The Mac Millan Press, 1974.
Muhaimin Abd. Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosifik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya, 1993.
Sjalaby, Ahmad. Sedjarah Pendidikan Islam,terjemahan oleh Muchtar jahja dan Sanusi Latief. Jakarta: Bulan Bintang, 1973.
Supriyadi Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.
Yatim Badri. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010.
Yunus Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990.



[1] Dedi Supriyadi, Sejarah Pendidikan Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 2008, hlm.103.
[2] John L. Esposito, Islam dan politik, (Jakarta: Bulan Bintang,1990)
[3] Dedi Supriyadi, Op.cit., hlm.106.
[4] Philip K. Hitti, History of the Arabs, (London: The Mac Millan Press, 1974), h. 240
[5] Sukarno, Ahmad Supardi, Sejarah dan Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Angkasa, 1983) Cet-2, h.. 73
[6] Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1990, hlm. 40.
[7] Hanun Asrohah, Sejarah Pendidikan Islam, , Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, 1999. hlm. 56-64.
[8] Ibid., hlm. 50-56.
[9] Hasbullah. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.hlm. 34.

[10] Muhaimin Abd. Mujib. Pemikiran Pendidikan Islam; Kajian Filosifik dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya. Bandung: Trigenda Karya, 1993. hlm. 89.

Senin, 17 Februari 2014

MATERI PAI (Shalat Sunnah)


MATERI PAI SMP
SHALAT SUNNAH
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Pendahuluan
Di samping  salat fardhu yang kita lakukan , ada beberapa macam salat sunah yang dianjurkan untuk diker jakan dengan masing-masing ketentuannya sendiri yang berkaitan dengan waktu atau tata cara pelaksanaannya. Di maksud salat sunah disini adalah salat yang dianjurkan untuk dikerjakan artinya apabila dikerjakan mendapat pahala, namun bila ditinggalkan tidak berdosa. Salat sunah ada yang dilaksanakan secara berjemaah dan ada pula yang munfarid (sendiri).  Untuk memahaminya perhatikan uraian dari makalah ini.

B.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah ini membahas tentang:
1.      Bagaimanakah pengertian dari salat sunah berjemaah dan salat sunah munfarid?
2.      Bagaimana pembagian dari beberapa salat sunah tersebut?
3.      Bagaimanakah ketentuan dari beberapa macam salat-salat sunah?

C.    Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari rumusan masalah adalah:
a.       Untuk mengetahui pengertian dari salat sunah berjemaah dan salat sunah munfarid
b.      Untuk mengetahui dan memahami pembagian dari beberapa salat sunah
c.       Untuk mengetahui dan memahami dari beberapa macam salat-salat sunah


BAB II
PEMBAHASAN

A.      SALAT SUNAH BERJEMAAH
Salat sunah berjemaah adalah salat sunah yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan persyaratan tertentu. Salat sunah berjemaah dikerjakan di masjid, mushala, surau atau langgar lebih baik daripada yang dilakukan di tempat lain. Semakin banyak  makmumnya, salat sunah berjemaah semakin baik dan utama.
Tidak semua salat sunah dianjurkan untuk dilaksanakan secara berjemaah. Di bawah ini beberapa salat sunah tertentu yang biasa  dilakukan secara berjemaah, yaitu :
a.       Salat Idul Fitri dan Idul Adha
b.      Salat Tarawih dan Witir pada bulan Ramadhan
c.       Salat Istisqa’ untuk memohon diturunkan hujan
d.      Salat gerhana matahari (kusuf) dan gerhana bulan (khusuf)

Ketentuan masing-masing salat adalah sebagai berikut :
1.      Salat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha)
Salat ‘id atau ‘idain adalah salat sunah yang dilaksanakan pada dua hari raya, yaitu Idul Fitri pada tanggal 1 Syawal dan Idul Adha pada tanggal 10 Zulhijah.
Pada kedua hari raya tersebut, umat Islam dianjurkan melaksanakan salat. Rakaatnya sebanyak dua rakaat  dan dilakukan sebelum khotbah id.[1]
Sabda Rasulullah saw :

عن ابن عمر كان رسول الله صلى الله عليه وسلم وابو بكر وعمريصلون العيدين قبل الخطبة. 

( رواه الجماعة )

Artinya :
“Dari Ibnu Umar berkata : Rasulullah saw, Abu Bakar dan Umar pernah melaksanakan salat dua hari raya sebelum khutbah.” (H.R. Jama’ah)
Ketentuan pelaksanaannya sebagai berikut :
a.       Waktu salat Id adalah mulai terbitnya matahari hingga sebelum waktu zuhur kira-kira matahari telah meninggi seukuran satu tombak tau kira-kira pukul 06.30 sampai pukul 08.00
b.      Salat Idul Fitri dikerjakan tanggal 1 Syawal sedangkan Idul Adha tanggal 10 zulhijah
c.       Ada Khutbah Id  (setelah salat)
d.      Ada dua rakaat takbir, 7 kali pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakaat kedua, dengan membaca tasbih di sela-sela takbir, yaitu :

سبحا ن الله والحد لله ولا اله الا الله والله اكبر
e.       Disunnahkan mandi sebelum salat
f.       Disunahkan memakai wangi-wangian dan berhias
g.      Disunahkan makan sebelum pergi salat Idul Fitri dan tidak makan sebelum salat Idul Adha
h.      Disunahkan berangkat melalui satu jalan dan pulang melintasi jalan yang lain
2.      Salat Kusuf (gerhana matahari) dan salat Khusuf (gerhana bulan)  
Salat sunah gerhana adalah salat sunah yang dikerjakan pada waktu terjadi gerhana matahari dan bulan. Setiap muslim dianjurkan melakukan salat sunah gerhana ketika menyaksikan peristiwa alam tersebut.
Ketentuan pelaksanaannya sebagai berikut :
a.       Dilaksanakan pada waktu ketika terjadi gerhana bulan atau matahari dan belum lenyap (terang kembali)
b.      Sebaiknya dilaksanakan di masjid atau musala
Cara salat sunah gehana matahari atau bulan yaitu :[2]
-          Takbiratul Ihram
-          Do’a Iftitah
-          Al-Fatihah
-          Surah/ayat Al-Qur’an
-          Rukuk
-          Iktidal
Kemudian :
-           Al-Fatihah
-          Surah/ayat Al-Qur’an
-          Rukuk
-          Iktidal
-          Sujud
-          Duduk di antara 2 sujud
-          Sujud
Ini rakaat pertama, dilanjutka rakaat kedua. Caranya sama dengan rakaat yang pertama
-          Tasyahud akhir
-          Salam
-          Khotbah satu kali

3.      Salat Tarawih dan Witir pada bulan Ramadhan
Salat sunah tarawih disebut juga salat sunah qiyamul lail (salat malam). Salat sunah tarawih dilakukan pada malam hari sesudah salat isya sampai menjelang waktu fajar yang dikerjakan pada bulan suci ramadan, baik secara berjemaah maupun munfarid, tapi lebih utama dilaksanakan secara berjemaah. Hukum shalat sunah tarawih  adalah sunah muakad. Berdasarkan sabda Rasulullah saw :
عن ابي هريرة كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يرغب في قيام رمضان من غير ان يأ مرهم فيه بعزيمة فيقول : من قام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما
تقدم من ذنبه. ( رواه البخاري )
Artinya:
“Abu Hurairah telah menceritakan bahwasannya Nabi saw, selalu menganjurkan untuk melakukan qiyam (salat sunah malam) di bulan Ramadan, tetapi tidak memerintahkan mereka dengan perintah yang tegas (wajib). Untuk itu beliau bersabda : Barang siapa mengerjakan salat (sunah di malam hari) bulan Ramadan karena iman dan mengharapkan rida Allah, nisccaya dosa-dosanya terdahulu diampuni.” (H.R. Al-Bukhari)[3]
Salat sunah witir adalah salat sunah yang dikerjakan pada waktu malam hari dan rakaatnya harus ganjil, misalnya, tiga, lima, tujuh dan seterusnya. Shalat witir dapat dikerjakan setiap malam, tidak hanya pada malam bulan Ramadan saja. Waktunya sepanjang malam sehabis salat isya’ dilaksanakan. Sebagai muslim, kita dianjurkan melaksanakan salat witir, meskipun serendah-rendahnya bilangan rakaat dan sesuai kemampuan kita. Meskipun hukumnya sunah, pahala salat witir sangat besar, sehingga  Rasulullah tidak pernah meninggalkan salat witir.[4]
Sabda Rasululullah saw :

عن علي رضي الله عنه قال : الوتر ليس بحتم كا الصلاة المكتوبه, ولكن سن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : ان الله وتر فأوتروا بأهل القرأن.
( رواه ابو داود )


Artinya :
“ Dari Ali ra. berkata : salat witir itu bukan wajib sebagaiana salat lima waktu, tetapi Rasulullah saw telah mencontohkannya dan bersabda: Sesungguhnya Allah itu witir (Esa) dan suka pada witirlah wahai ahli Qur’an”. (H.R. Abu Dawud)
Ketentuan pelaksanaan salat tarawih dan witir adalah sebagai berikut:
a.       Dilaksanakan malam hari pada bulan Ramadan, yaitu sesudah shalat isya’ sampai dini hari
b.      Salat tarawih dilaksanakan 8 rakaat atau 20 rakaat
c.       Setiap dua rakaat atau empat rakaat diakhiri dengan salam
d.      Salat witir dilaksanakan setelah salat tarawih
e.       Salat witir dilaksanakan dengan bilangan ganjil, minimal 1 rakaat
4.      Salat Istisqa’
Salat istisqa’ adalah salat sunah yang dilaksanakan dengan maksud memohon kapada Allah swt agar diberi hujan, karena adanya musim kemarau yang berkepanjangan. Salat istisqa’ hukumnya sunah muakkad (sangat dianjurkan), terutama apabila terjadi musim kemarau yang berkepanjangan, yang membuat manusia dan segenap makhluk hidup mengalami kesulitan dan penderitaan akibat kekurangan air.
Perhatiakan sabda Rasulullah saw :

عن عبدالله بن زيد رضي الله عنه قال : خرج النبي صلى الله عليه وسلم يستسقي فتوجه الى القبلة يدعو وحوّل رداءه ثم صلى ركعتين جهر فيهما بالقراءة.
( رواه البخاري )
Artinya :
“Dari Abdullah bin Zaid r.a. berkata: Nabi saw. pernah keluar untuk minta hujan. Beliau menghadap ke kiblat berdo’a dan membalikkan cadarnya, kemudian beliau salat dua rakaat dengan bacaan keras di kedua rakaat itu”. (H.R. Bukhari)

Ketentuan pelaksanaan salat istisqa’ sebagai berikut :
a.       Dikerjakan di lapangan pada tengah hari
b.      Ada dua rakaat: 7 kali takbir pada rakaat pertama dan 5 kali pada rakaat kedua
c.       Ada khutbah (setelah salat)
d.      Disunahkan puasa 3 hari sebelum salat
e.       Memperbanyak istigfar dan bertobat
f.       Memakai pakaian yang sederhana
5.      Salat Jenazah
Hukum melaksanakan salat jenazah adalah fardhu kifayah. Salat jenazah dilaksanakan tanpa rukuk dan sujud, tanpa adzan dan iqamah.
Ketentuan pelaksanaannya adalah sebagai berikut :[5]
a.       Niat
b.      Berdiri bagi yang mampu
c.       Bertakbir empat kali
d.      Membaca surat Al-Fatihah setelah takbir yang pertama
e.       Membaca shalawat atas Nabi saw, setelah takbir kedua
f.       Membaca do’a untuk jenazah setelah takbir ketiga
g.      Mengucapkan salam setelah takbir keempat
h.      Sunah dikerjakan di masjid dengan tiga saf atau lebih
i.        Shalat jenazah yang mayitnya tidak ada di tempat jemaah salat disebut salat gaib





B.     SALAT SUNAH MUNFARID
1.      Pengertian Salat Sunah Munfarid
Shalat sunah munfarid adalah salat sunah yang dikerjakan sendiri atau perseorangan baik di masjid, musala, rumah dan sebagainya. Sebenarnya salat sunah sunah ini bisa dikerjakan secara berjemaah tetapi lebih dianjurkan untuk dikerjakan sendiri.
Contoh-Contoh Salat Sunah Munfarid
Salat sunah munnfarid jumlahnya cukup banyak, diantaranya adalah :
a.       Salat Rawatib
b.      Salat Duha
c.       Salat Tahajud
d.      Salat Hajat
e.       Salat Istikhara
f.       Salat Tasbih
g.      Salat Tahiyatul Masjid
h.      Salat Mutlak
2.      Ketentuan Salat Sunah Munfarid
a.      Salat Sunah Rawatib
Salat sunah rawatib merupakan salat sunah yang dikerjakan menyertai salat fardu, baik sebelum atau sesudahnya. Salat sunah yang dikerjakan sebelum salat fardu disebut salat qabliyah sedangkan yang dikerjakan setelah salat fardu disebut salat ba’diyah.  Hukum mengerjakan salat rawatib  ada yang sunah muakad, dan adapula yang sunah ghairu muakkad.  Yang muakkad adalah :[6]
1)      Dua rakaat sebelum zuhur 
2)      Dua rakaat sesudah zuhur
3)      Dua rakaat sesudah maghrib
4)      Dua rakaat sesudah isya’
5)      Dua rakaat sebelum subuh.
Sedangkan salat sunah ghairu muakkad adalah sebagai berikut :[7]
a.       Dua rakaat sebelum zuhur, (selain dua rakaat yang muakad)
b.      Dua rakaat sesudah zuhur, ( selain dua rakaat yang muakad)
c.       Dua rakaat sebelum ashar
d.      Dua rakaat sebelum mangrib
e.       Dua rakaat sebelum isya

b.      Salat Duha
Salat duha adalah salat sunah dua rakaat yang dikerjakan pada waktu duha, yakni waktu matahari setinggi tombak (sekitar pukul 07.00) sampai waktu menjelang salat duhur. Faedah mengerjakan shalat duha antara lain untuk memohon kemudahan rezeki. Salat duha dikerjakan paling sedikit dua rakaat dan sebanyak-banyaknya 12 rakaat. Rakaat pertama disunahkan membaca surah Asy-Syams dan rakaat kedua membaca surah Al-Duha. Sabda Rasulullah mengenai pentingnya salat duha :[8]
عن ابي ذرّ رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: يصبح على كل سلا مى من احد كم صدقة فكل تسبيحة صدقة وكل تحميدة صدقة وكل تهليلة صدقة وكل تكبيرة صدقة ونهي عن المنكر صدقة ويجرئ من ذلك ركعتان يركعهما من الضحى ( رواه مسلم )
Artinya :
“ Dari Abu Zar ra Nabi saw, beliau bersabdah, ‘setiap pagi ada kewajiban bersedekah untuk tiap-tiap persendian (ruas). Tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap takbir adalah sedekah, dan menganjurkan kebaikan serta mencegah kemungkaran itu sedekah. Cukuplah menggantikan semua itu dengan dua rakaat salat duha.” (H.R. Muslim)
c.       Salat Tahajud
Salat tahajud adalah salat sunah dua rakaat yang dikerjakan pada waktu malam hari setelah tidur lebih dahulu. Keutamaan keutamaan itu terkait dengan beratnya melakukan salat setelah tidur, dan juga terkait dengan waktu melaksanakannya yakni pada saat-saat kebanyakan orang sedang tidur dan lalai mengingat Allah. Abu Hurairah mengatakan kepada Nabi SAW, bersabda :[9]
افضل الصلوات بعد المفروض صلاة اليل
“Sebaik-baik salat setelah salat fardhu ialah salat malam”

d.      Salat Hajat
Salat sunah Hajat adalah salat sunah dua rakaat yang dikerjakan saat kita mempunyai hajat dan memohon kepada Allah swt agar apa yang menjadi harapan kita dikabulkan oleh-Nya. Salat hajat boleh dikerjakan pada siang dan malam hari, namun lebih utama dikerjakan pada malam hari.
e.       Salat Istikharah
Salat istikharah adalah salat dua rakaat yang dikerjakan untuk meminta petunjuk Allah agar dimudahkan mengambil suatu keputusan diantara dua pilihan yang meragukan. Salat istikharah bisa dikerjakan kapan saja, siang maupun malam.
f.       Salat Tasbih
Salat tasbih adalah salat sunah dua rakaat yang dilakukan dengan maksud memuji kepada Allah, dengan memperbanyak membaca tasbih, tahmid dan tahlil. [10]
Tatacara melaksanakan salat tasbih :
a.       Niat, kemudian takbiratul ihram
b.      Membaca do’a iftitah
c.       Membaca surat Al-Fatihah dan tasbih 15 kali
d.      Ruku’ dan tasbih 10 kali
e.       Iktidal dan tasbih 10 kali
f.       Ruku’ dan tasbih 10 kali
g.      Duduk di antara 2 sujud dan tasbih 10 kali
h.      Sujud dan tasbih 10 kali
i.        Duduk istirahat dan tasbih 10 kali
Demikian setiap rakaatnya, dan apabila rakaat itu ada tahiyatnya, membaca tasbihnya setelah tahiyat.
j.        Salam
Bacaan Tasbih :
سبحا ن الله والحمد لله ولا اله الا الله والله اكبر
“Maha suci Allah, segala puji bagi Allah, tiada Tuhan selain Allah, dan Allah maha besar.”
g.      Salat Tahiyatul Masjid
Salat tahiyatul masjid adalah salat sunah dua rakaat yang bertujuan untuk menghormati masjid. Dikerjakan pada saat baru masuk masjid sebelum duduk. Tetapi apabila shalat berjamaah telah akan dimulai, tidak disunahkan untuk melakukan salat tahiyatul masjid. Tentang melakukan salat tahiyatul masjid rasulullah saw bersabda :
اذا دخل احدكم المسجد فلا يجلس حتى يصلي ركعتين ( متفق عليه )
“Apabila salah seorang diantara kamu masuk ke dalam masjid, maka janganlah duduk  sebelum ia salat dua rakaat”
h.      Salat Sunah Mutlak
Salat sunah mutlak adalah salat sunah yang tidak ditentukan waktunya dan tidak ada sebab. Bilangan rakaatnya pun tidak terbatas.[11]
Ketentuan salat sunah mutlak, yaitu:
-   Waktu matahari sedang terbit, sehingga naik setinggi tombak.
-  Ketika matahari sedang tepat dipuncak ketinggiannya hingga tergelincirnya. Kecuali pada hai jum’at ketika orang sedang masuk masjid untuk mengerjakan salat tahiyyatul masjid.
-  Sesudah ssalat ashar sampai terbenamnya matahari agak tinggi.
-  Ketika matahari sedang terbenam sampai sempurna terbenamnya.[12]
























KESIMPULAN

Salat sunah berjemaah ialah salat sunah yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan persyaratan tertentu. Salat sunah berjemaah dapat dikerjakan di masjid, rumah, musala maupum di suatu tempat yang layak untuk diselenggarakan salat berjemaah.
Salat sunah munfarid ialah salat sunah yang dikerjakan sendiri atau perorangan baik di rumah, masjid, musala, surau, maupun tempat lainnya.
Salat sunah yang dikerjakan secara berjemaah yaitu: salat Idul Fitri dan Idul Adha, salat gerhana, salat Tarawih dan Witir pada bulan Ramadan, salat Istisqa’ dan salat Jenazah.
Salat sunah munfarid antara lain: salat Rawatib, salat Duha, salat Hajat, salat Istikaha, salat Tasbih, Salat tahajud, salat Tahiyatul Masjid dan salat Mutlak.















DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Slamet, Fiqih Ibadah, Bandung: CV Pustaka Setia, 1998.

Nasikin, Muhammad, Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP Kelas IX, Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama, 2011.

Nasution, Lahmuddin, Fiqih 1, Yogyakarta: IAIN, 1995.

Rifa’i, Moh, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Semarang: CV Toha Putra, 1976),

Saleh, M. Husni, Fiqih Ibadah, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012.

Setiani, Ika, Pendidikan Agama Islam Untuk SMP Kelas VIII, Jakarta: Swadaya Murni, 2010.

Syahlani, Wahid Abdul, Pendidikan Agama Islam Kelas IX, Bandung: CV. Armino Raya, 2010.






[1] Abdul Wahid Syahlani, Pendidikan Agama Islam Kelas IX (Bandung: CV Armino Raya, 2010), 122.
[2] Muhammad Nasikin, Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP Kelas IX (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama, 2011),  124.
[3] Opcit., 128.

[5] Husni M. Saleh, Fiqih Ibadah (Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press, 2012), 166.
[6] Slamet Abidin, Fiqih Ibadah (Bandung : CV Pustaka Setia, 1998 ), 68.
[7] Ika Setiani, Pendidikan Agama Islam Untuk SMP Kelas VIII ( Jakarta: Swadaya Murni, 2010 ), 43.
[8] Muhammad Nasikin, Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP Kelas IX (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama, 2011), 126-127.
[9] Lahmuddin Nasution, Fiqih 1( Yogyakarta: IAIN, 1995), 117-118.
[10] Muhammad Nasikin, Ayo Belajar Agama Islam untuk SMP Kelas IX (Jakarta : PT Gelora Aksara Pratama, 2011), 127.
[11] Ibid.,128.
[12] Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap (Semarang: CV Toha Putra, 1976), 94-95.